“Pokoknya keputusan
mama sudah bulat. Kamu gak bisa membantah lagi, Rey. Kali ini mama sudah banyak
berbaik hati dan berdiam diri melihat sikap kamu selama ini. Tapi kali ini mama
gak bisa lembut lagi sama kamu. Jadi malam ini kamu siapin barang-barang keperluan
kamu buat besok pagi. Besok pagi juga mama akan mengantarkan kamu.” Itulah
kata-kata terakhir mamanya ketika Rey masih di Jakarta kemarin. Tapi sekarang Rey
sudah berada didalam pesantren, tempat yang baginya seperti penjara itu. Dimana
seumur hidupnya tidak pernah Rey bermimpi bisa berada ditempat seperti ini.
Kini Rey harus siap menjalani hidupnya yang terbalik 360 derajat. Sebuah mimpi
buruk baginya. Ingin rasanya Rey segera bangun dari mimpi itu tapi tidak
mungkin itu semua adalah kenyataan pahit yang mesti Rey jalani, mau tidak mau Rey
harus memulai hidup barunya disini, Pesantren Nurul Huda.
***
Reyhan
Dinata itulah nama lengkapnya, seorang anak yang selalu dimanjakan oleh kedua
orang tuanya dengan berbagai fasilitas yang selalu tersedia, semua keinginannya
selalu dituruti, mobil selalu gonta-ganti, bahkan kartu kreditnya selalu terisi
setiap bulannya, maklum Rey anak seorang konglomerat di Jakarta. Jadi tidak
heran bila apa saja keinginannya selalu dituruti oleh kedua orang tuanya. Tapi
ada satu hal yang tidak Rey percayai di dunia ini yaitu Cinta.
***
Hari
ini adalah hari pertama Rey memulai rutinitasnya sebagai siswa di pesantren
itu. Dia kelihatan tidak bersemangat menyambut hari-harinya dengan kegiatan
rutinitas yang tidak pernah dia jalani sebelumnya. Bangun pagi pukul 04.00 WIB,
sehabis itu sholat subuh di masjid, kemudian dilanjutkan dengan senam pagi, dan
terakhir mandi terus bersiap-siap buat pergi kesekolah. Semua itu dia jalani
dengan sangat terpaksa. Jika tidak dia akan diguyur air seperti tadi pagi
karena terlambat bangun. Semuanya benar-benar berubah. Tidak seperti kehidupan
Rey di Jakarta sebelumnya. Tapi tidak ada yang bisa Rey lakuin kecuali
mengikuti semua peraturan yang telah ada.
Pukul 08.00 WIB, setelah menghadap ke kepala sekolah, Rey
akhirnya ditempatkan dikelas XI IPA 2. Kepala sekolah pun mengantar Rey ke
kelas barunya itu. Setelah sampai didepan ppintu kelas barunya, kepala sekolah
pun mengetuk pintu kelas. Bu Fatimah yang sedang menjelaskan materi pembelajaran
didepan kelas segera menghentikannya.
“Permisi, bu. Kita
kedatangan murid baru dari Jakarta.” Kepala Sekolah segera menjelaskan maksud
dan tujuannya ke kelas itu.
“Baik lah, pak.
Silahkan masuk, nak.” Bu Fatimah menyambutnya dengan senyuman ramah. Kepala
sekolah pun berlalu setelah memohon diri.
“Silahkan perkenalkan
dirimu, nak.” Bu Fatimah mempersilahkan Rey untuk memperkenal dirinya didepan
teman-teman barunya.
“Terima kasih, bu.”
Jawab Rey. Bu Fatimah hanya mengiyakan dengan anggukan dan senyuman.
“Perkenalkan nama gue
Reyhan Dinata. Gue pindahan dari Jakarta. Terima kasih.” Rey sedikit malas
dengan perkenalan yang konyol itu tapi tidak ada pilihan lain baginya.
“Baiklah, Rey. Kamu
duduk didekat Rarah ya. Disana masih ada bangku kosong. Ibu harap kalian berdua
bisa kerjasama.” Terang bu Fatimah sambil menunjuk ke kursi di dekat Rarah yang
kosong. Rey pun melangkah dengan santainya tanpa mempedulikan pandangan
teman-teman barunya yang memperhatikan sikapnya yang sombong dan cuek itu. Rarah
pun tidak punya pilihan lain lagi, selain membiarkan anak baru itu duduk
dikursi sebelahnya. Rarah hanya bisa pasrah.
“Rarah, ibu harap kamu
bisa membantu Rey buat menyesuaikan dirinya dengan lingkuangan pesantren kita
ya. Ibu harap juga kamu bisa membantu Rey dalam pelajaran.” Pinta bu Fatimah.
“Baik, bu.” Jawab
Rarah. Sejujurnya Rarah sedikit tidak suka sama cowok yang ada disampingnya
itu, bukan karena Rey duduk disampingnya, tapi karena sifat dia yang sedikit
sombong dan cuek tadi didepan kelas waktu memperkanalkan diri. Sudah gitu tidak
mengucapkan salam ketika memperkenalkan diri. Huuffftt…benar-benar tidak sopan.
Gerutu Rarah dalam hati.
“Baiklah anak-anak kita
mulai lagi pelajarannya.” Pikiran Rarah tentang Rey pun hilang seketika.
Akhirnya, pelajaran pun dimulai kembali.
***
Waktu
sudah
menunjukkan pukul 10.00 WIB yang berarti jam istirahat. Semua anak kelas XI IPA
2 keluar dengan tertib dan mereka pun tidak lupa untuk menyalami gurunya. Saat
itu didalam kelas sudah mulai sedikit sepi, Rarah pun hendak keluar dari dalam
kelas dan pergi ke kantin untuk memberi makan cacing-cacing yang ada didalam
perutnya yang sudah teriak-teriak daritadi.
“Eh cewek, siapa nama
loe?.” Tanya Rey ke cewek yang Rey maksud. Pada saat itu tinggal Rarah-cewek
yang masih berada didalam kelas, semuanya sudah pergi barusan sebelum Rarah
hendak keluar. Rarah yang merasa dirinya sendiri cewek disana pun membalikkan
badannya.
“Kamu manggil saya?.”
Tanya Rarah sedikit heran. “Ya iya lah. Emang ada siapa lagi dikelas ini
sekarang selain loe sendiri yang cewek.” Jawab Rey ketus.
“Maaf ya sebelumnya,
saya punya nama, nama saya itu Rarah Safitri. Kamu bisa panggil saya Rarah. Dan
kamu juga harus terbiasa menghargai dan menghormati orang-orang disekitar kamu
jika kamu ingin dihargai. Kamu juga harus bisa membiasakan diri kamu disini.
Jangan kamu bawa gaya kehidupan kamu
dikota sana. Ngomong istilah ‘gue-loe’ disini yang ada ‘saya-kamu’.” Selesai
bicara seperti itu, Rarah pun berlalu dari hadapan Rey. Rey yang daritadi
mendengar omongan Rarah hanya bisa berdiam diri mematung ditempatnya. Baru kali
ini seorang cewek menasehatinya seperti itu, dan itu membuatnya terdiam
membisu. Biasanya cewek-cewek disekolahannya dulu tidak ada seorang pun yang
berani membantah perintahnya apalagi menasehatinya seperti sekarang ini. Tapi
Rarah benar-benar berbeda. Cewek satu ini dengan berani dan santainya ngomong
seperti tadi didepan Rey. Dan sekarang pun Rey benar-benar masih terdiam
ditempatnya. Rey benar-benar tersanjung dengan sikap dan keberaniannya tadi.
Suatu pelajaran baru buat Rey.
***
Sudah hampir satu bulan
Rey menjalani kehidupannya di pesantren itu, Rey sudah mulai bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya
itu. Walau terkadang dia masih sering terlambat bangun pagi tapi itu tidak
seperti awal-awal dia menginjakkan kakinya di pesantren itu. Dia sudah mulai
bisa untuk bangun lebih awal dan mengikuti kegiatan rutinitas di pesantren itu
dengan baik. Tapi selama ini hubungannya dengan Rarah kurang baik semenjak
kejadian dikelas waktu itu. Mereka sebangku tapi jarang bertegur sapa. Kalau
pun ketemu paling sekedar bertegur ala kadarnya saja. Rey sempat tidak enak
hati dengan Rarah. Selama ini Rey belum mempunyai keberanian untuk meminta maaf
kepada Rarah secara terang-terangan. Disekolahnya dulu pun dia tidak pernah
minta maaf sama orang lain, sekalipun itu kesalahannya yang dibuat oleh Rey
sendiri. Tapi hari ini, Rey akan memberanikan diri untuk meminta maaf sama
Rarah jam istirahat nanti.
Teeeeeengg……….. Teeeeeeengg……. Bel pun berbunyi tanda jam
pelajaran telah usai dan semua siswa boleh untuk istirahat. Pada saat itu,
keadaan kelas sudah sedikit sepi hanya ada beberapa orang saja didalam kelas.
Saat itu Rarah hendak berdiri dan meninggalkan kelas.
“Rarah.” Rey memulai
omongannya. “Iya, Rey. Ada apa?.” Tanya Rarah sedikit heran. “Aku mau ngomong
sebentar sama kamu. Boleh?.” Tanya Rey sedikit ragu. “Iya boleh lah.” Jawab
Rarah sedikit santai.
“Aku mau minta maaf
sama kamu, Rah.” Muka Rey sedikit memerah, dia pun menunduk untuk menutupi
mukanya itu. “Minta maaf buat apa, Rey?.” Tanya Rarah semakin bingung.
“Soal kejadian dikelas
waktu itu. Aku masih kepikiran sampai sekarang. Benar kata kamu waktu itu,
Rah.” Rey masih tetap menunduk. Baru sekali ini seorang Reyhan Dinata ngomong
sama cewek dengan muka memerah dan sedikit menunduk.
“Oh yang itu?. Saya
sudah ngelupain kok Rey. Lagian saya juga sudah maafin kamu kok. Jadi kamu gak
usah merasa bersalah seperti itu ya.” Rarah masih santai menjawabnya.
“Makasi ya, Rah. Kamu
emang baik. Jadi gak heran kalau banyak anak-anak di pesantren ini yang suka
sama kamu?.” Muka Rey kembali memerah.
“Hahahaha….berlebihan
kamu Rey. Eh, tunggu sebentar. Kayaknya ada yang berbeda dengan kamu yang
sekarang Rey. Hmmmm apa ya?.” Rarah sedikit memikirkan sesuatu. Rey terlihat
sedikit bingung.
“Iya saya tau. Gaya
cara ngomong kamu berubah Rey. Gak seperti pertama kali saya mengenal kamu di
pesantren ini.” Mereka berdua pun tertawa.
“Tapi saya suka dengan
kamu yang sekarang Rey. Walau pun sedikit aneh kelihatannya. Hehhehe. Tapi kamu
yang sekarang jauh lebih baik.” Rey pun tersenyum mendengar sanjungan Rarah.
“Oh ya, saya kekantin
dulu ya, Rey. Lain kali kita sambung lagi ngobrol-ngobrolnya.
Wassalamu,alaikum.” Rarah pun berpamit. “Wa’alaikum salam.” Jawab Rey. Rarah
pun melangkah pergi dari hadapan Rey. Rey hanya bisa memandangi kepergian
Rarah. Banyak sekali yang ingin Rey katakan sama cewek itu tapi Rey
mengurungkan niatnya. Rarah pun berbelok kekiri setelah sampai didepan pintu
kelas dan tubuhnya menghilang disana.
“Rah, aku hanya ingin
kamu tahu kalau aku sayang sama kamu. Tapi kenapa sulit sekali bibir ini mengungkapkannya?.
Mengungkapkan dengan sikapku saja begitu susahnya. Tapi perlu kamu tahu,Rah.
Kamulah cewek yang merubah hidupku menjadi lebih baik seperti sekarang ini. Aku
bahagia bisa mengenal kamu, Rah. Aku ingin suatu saat nanti Allah menyatukan
kita berdua. Sekalipun itu tidak didunia, aku ingin menunggu kamu dipintu
surga.” Rey pun melangkahkan kakinya pergi keluar kelas.
**SELESAI**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar