Jumat, 11 Mei 2012

Seandainya Kamu Tahu

“Pokoknya keputusan mama sudah bulat. Kamu gak bisa membantah lagi, Rey. Kali ini mama sudah banyak berbaik hati dan berdiam diri melihat sikap kamu selama ini. Tapi kali ini mama gak bisa lembut lagi sama kamu. Jadi malam ini kamu siapin barang-barang keperluan kamu buat besok pagi. Besok pagi juga mama akan mengantarkan kamu.” Itulah kata-kata terakhir mamanya ketika Rey masih di Jakarta kemarin. Tapi sekarang Rey sudah berada didalam pesantren, tempat yang baginya seperti penjara itu. Dimana seumur hidupnya tidak pernah Rey bermimpi bisa berada ditempat seperti ini. Kini Rey harus siap menjalani hidupnya yang terbalik 360 derajat. Sebuah mimpi buruk baginya. Ingin rasanya Rey segera bangun dari mimpi itu tapi tidak mungkin itu semua adalah kenyataan pahit yang mesti Rey jalani, mau tidak mau Rey harus memulai hidup barunya disini, Pesantren Nurul Huda.
***
Reyhan Dinata itulah nama lengkapnya, seorang anak yang selalu dimanjakan oleh kedua orang tuanya dengan berbagai fasilitas yang selalu tersedia, semua keinginannya selalu dituruti, mobil selalu gonta-ganti, bahkan kartu kreditnya selalu terisi setiap bulannya, maklum Rey anak seorang konglomerat di Jakarta. Jadi tidak heran bila apa saja keinginannya selalu dituruti oleh kedua orang tuanya. Tapi ada satu hal yang tidak Rey percayai di dunia ini yaitu Cinta.
***
            Hari ini adalah hari pertama Rey memulai rutinitasnya sebagai siswa di pesantren itu. Dia kelihatan tidak bersemangat menyambut hari-harinya dengan kegiatan rutinitas yang tidak pernah dia jalani sebelumnya. Bangun pagi pukul 04.00 WIB, sehabis itu sholat subuh di masjid, kemudian dilanjutkan dengan senam pagi, dan terakhir mandi terus bersiap-siap buat pergi kesekolah. Semua itu dia jalani dengan sangat terpaksa. Jika tidak dia akan diguyur air seperti tadi pagi karena terlambat bangun. Semuanya benar-benar berubah. Tidak seperti kehidupan Rey di Jakarta sebelumnya. Tapi tidak ada yang bisa Rey lakuin kecuali mengikuti semua peraturan yang telah ada.
            Pukul 08.00 WIB, setelah menghadap ke kepala sekolah, Rey akhirnya ditempatkan dikelas XI IPA 2. Kepala sekolah pun mengantar Rey ke kelas barunya itu. Setelah sampai didepan ppintu kelas barunya, kepala sekolah pun mengetuk pintu kelas. Bu Fatimah yang sedang menjelaskan materi pembelajaran didepan kelas segera menghentikannya.
“Permisi, bu. Kita kedatangan murid baru dari Jakarta.” Kepala Sekolah segera menjelaskan maksud dan tujuannya ke kelas itu.
“Baik lah, pak. Silahkan masuk, nak.” Bu Fatimah menyambutnya dengan senyuman ramah. Kepala sekolah pun berlalu setelah memohon diri.
“Silahkan perkenalkan dirimu, nak.” Bu Fatimah mempersilahkan Rey untuk memperkenal dirinya didepan teman-teman barunya.
“Terima kasih, bu.” Jawab Rey. Bu Fatimah hanya mengiyakan dengan anggukan dan senyuman.
“Perkenalkan nama gue Reyhan Dinata. Gue pindahan dari Jakarta. Terima kasih.” Rey sedikit malas dengan perkenalan yang konyol itu tapi tidak ada pilihan lain baginya.
“Baiklah, Rey. Kamu duduk didekat Rarah ya. Disana masih ada bangku kosong. Ibu harap kalian berdua bisa kerjasama.” Terang bu Fatimah sambil menunjuk ke kursi di dekat Rarah yang kosong. Rey pun melangkah dengan santainya tanpa mempedulikan pandangan teman-teman barunya yang memperhatikan sikapnya yang sombong dan cuek itu. Rarah pun tidak punya pilihan lain lagi, selain membiarkan anak baru itu duduk dikursi sebelahnya. Rarah hanya bisa pasrah.
“Rarah, ibu harap kamu bisa membantu Rey buat menyesuaikan dirinya dengan lingkuangan pesantren kita ya. Ibu harap juga kamu bisa membantu Rey dalam pelajaran.” Pinta bu Fatimah.
“Baik, bu.” Jawab Rarah. Sejujurnya Rarah sedikit tidak suka sama cowok yang ada disampingnya itu, bukan karena Rey duduk disampingnya, tapi karena sifat dia yang sedikit sombong dan cuek tadi didepan kelas waktu memperkanalkan diri. Sudah gitu tidak mengucapkan salam ketika memperkenalkan diri. Huuffftt…benar-benar tidak sopan. Gerutu Rarah dalam hati.
“Baiklah anak-anak kita mulai lagi pelajarannya.” Pikiran Rarah tentang Rey pun hilang seketika. Akhirnya, pelajaran pun dimulai kembali.
***
Waktu sudah menunjukkan pukul 10.00 WIB yang berarti jam istirahat. Semua anak kelas XI IPA 2 keluar dengan tertib dan mereka pun tidak lupa untuk menyalami gurunya. Saat itu didalam kelas sudah mulai sedikit sepi, Rarah pun hendak keluar dari dalam kelas dan pergi ke kantin untuk memberi makan cacing-cacing yang ada didalam perutnya yang sudah teriak-teriak daritadi.
“Eh cewek, siapa nama loe?.” Tanya Rey ke cewek yang Rey maksud. Pada saat itu tinggal Rarah-cewek yang masih berada didalam kelas, semuanya sudah pergi barusan sebelum Rarah hendak keluar. Rarah yang merasa dirinya sendiri cewek disana pun membalikkan badannya.
“Kamu manggil saya?.” Tanya Rarah sedikit heran. “Ya iya lah. Emang ada siapa lagi dikelas ini sekarang selain loe sendiri yang cewek.” Jawab Rey ketus.
“Maaf ya sebelumnya, saya punya nama, nama saya itu Rarah Safitri. Kamu bisa panggil saya Rarah. Dan kamu juga harus terbiasa menghargai dan menghormati orang-orang disekitar kamu jika kamu ingin dihargai. Kamu juga harus bisa membiasakan diri kamu disini. Jangan kamu bawa gaya kehidupan kamu dikota sana. Ngomong istilah ‘gue-loe’ disini yang ada ‘saya-kamu’.” Selesai bicara seperti itu, Rarah pun berlalu dari hadapan Rey. Rey yang daritadi mendengar omongan Rarah hanya bisa berdiam diri mematung ditempatnya. Baru kali ini seorang cewek menasehatinya seperti itu, dan itu membuatnya terdiam membisu. Biasanya cewek-cewek disekolahannya dulu tidak ada seorang pun yang berani membantah perintahnya apalagi menasehatinya seperti sekarang ini. Tapi Rarah benar-benar berbeda. Cewek satu ini dengan berani dan santainya ngomong seperti tadi didepan Rey. Dan sekarang pun Rey benar-benar masih terdiam ditempatnya. Rey benar-benar tersanjung dengan sikap dan keberaniannya tadi. Suatu pelajaran baru buat Rey.
***
Sudah hampir satu bulan Rey menjalani kehidupannya di pesantren itu, Rey sudah mulai bisa  menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya itu. Walau terkadang dia masih sering terlambat bangun pagi tapi itu tidak seperti awal-awal dia menginjakkan kakinya di pesantren itu. Dia sudah mulai bisa untuk bangun lebih awal dan mengikuti kegiatan rutinitas di pesantren itu dengan baik. Tapi selama ini hubungannya dengan Rarah kurang baik semenjak kejadian dikelas waktu itu. Mereka sebangku tapi jarang bertegur sapa. Kalau pun ketemu paling sekedar bertegur ala kadarnya saja. Rey sempat tidak enak hati dengan Rarah. Selama ini Rey belum mempunyai keberanian untuk meminta maaf kepada Rarah secara terang-terangan. Disekolahnya dulu pun dia tidak pernah minta maaf sama orang lain, sekalipun itu kesalahannya yang dibuat oleh Rey sendiri. Tapi hari ini, Rey akan memberanikan diri untuk meminta maaf sama Rarah jam istirahat nanti.
            Teeeeeengg……….. Teeeeeeengg……. Bel pun berbunyi tanda jam pelajaran telah usai dan semua siswa boleh untuk istirahat. Pada saat itu, keadaan kelas sudah sedikit sepi hanya ada beberapa orang saja didalam kelas. Saat itu Rarah hendak berdiri dan meninggalkan kelas.
“Rarah.” Rey memulai omongannya. “Iya, Rey. Ada apa?.” Tanya Rarah sedikit heran. “Aku mau ngomong sebentar sama kamu. Boleh?.” Tanya Rey sedikit ragu. “Iya boleh lah.” Jawab Rarah sedikit santai.
“Aku mau minta maaf sama kamu, Rah.” Muka Rey sedikit memerah, dia pun menunduk untuk menutupi mukanya itu. “Minta maaf buat apa, Rey?.” Tanya Rarah semakin bingung.
“Soal kejadian dikelas waktu itu. Aku masih kepikiran sampai sekarang. Benar kata kamu waktu itu, Rah.” Rey masih tetap menunduk. Baru sekali ini seorang Reyhan Dinata ngomong sama cewek dengan muka memerah dan sedikit menunduk.
“Oh yang itu?. Saya sudah ngelupain kok Rey. Lagian saya juga sudah maafin kamu kok. Jadi kamu gak usah merasa bersalah seperti itu ya.” Rarah masih santai menjawabnya.
“Makasi ya, Rah. Kamu emang baik. Jadi gak heran kalau banyak anak-anak di pesantren ini yang suka sama kamu?.” Muka Rey kembali memerah.
“Hahahaha….berlebihan kamu Rey. Eh, tunggu sebentar. Kayaknya ada yang berbeda dengan kamu yang sekarang Rey. Hmmmm apa ya?.” Rarah sedikit memikirkan sesuatu. Rey terlihat sedikit bingung.
“Iya saya tau. Gaya cara ngomong kamu berubah Rey. Gak seperti pertama kali saya mengenal kamu di pesantren ini.” Mereka berdua pun tertawa.
“Tapi saya suka dengan kamu yang sekarang Rey. Walau pun sedikit aneh kelihatannya. Hehhehe. Tapi kamu yang sekarang jauh lebih baik.” Rey pun tersenyum mendengar sanjungan Rarah.
“Oh ya, saya kekantin dulu ya, Rey. Lain kali kita sambung lagi ngobrol-ngobrolnya. Wassalamu,alaikum.” Rarah pun berpamit. “Wa’alaikum salam.” Jawab Rey. Rarah pun melangkah pergi dari hadapan Rey. Rey hanya bisa memandangi kepergian Rarah. Banyak sekali yang ingin Rey katakan sama cewek itu tapi Rey mengurungkan niatnya. Rarah pun berbelok kekiri setelah sampai didepan pintu kelas dan tubuhnya menghilang disana.
“Rah, aku hanya ingin kamu tahu kalau aku sayang sama kamu. Tapi kenapa sulit sekali bibir ini mengungkapkannya?. Mengungkapkan dengan sikapku saja begitu susahnya. Tapi perlu kamu tahu,Rah. Kamulah cewek yang merubah hidupku menjadi lebih baik seperti sekarang ini. Aku bahagia bisa mengenal kamu, Rah. Aku ingin suatu saat nanti Allah menyatukan kita berdua. Sekalipun itu tidak didunia, aku ingin menunggu kamu dipintu surga.” Rey pun melangkahkan kakinya pergi keluar kelas.

**SELESAI**

Tidak ada komentar: