Di dalam rambu-rambu pembelajaran Bahasa Indonesia (GBPP Kurikulum 1994) dinyatakan bahwa Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi digunakan untuk bermacam-macam fungsi sesuai apa yang ingin disampaikan penutur atau penulis. Selain itu, Bahasa Indonesia juga sebagai alat untuk menyatukan berbagai suku yang mempunyai latar belakang budaya dan bahasa masing-masing, bahasa Indonesia justru dapat menyerasikan hidup sebagai bangsa yang bersatu tanpa meinggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan kepada nilai-nilai sosial budaya serta latar belakang bahasa etnik yang bersangkutan. Bahkan, lebih dari itu, dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan ini, kepentingan nasional diletakkan jauh di atas kepentingan daerah dan golongan.
Dengan bahasa Indonesia, mereka bisa menyampaikan perasaan dan pikirannya dengan sempurna dan lengkap kepada orang lain. Mereka semestinya bangga memiliki bahasa yang demikian itu. Namun, berbagai kenyataan yang terjadi, tidaklah demikian. Rasa bangga berbahasa Indonesia belum lagi tertanam pada setiap orang Indonesia. Rasa menghargai bahasa asing (dahulu bahasa Belanda, sekarang bahasa Inggris) masih terus menampak pada sebagian besar bangsa Indonesia. Mereka menganggap bahwa bahasa asing lebih tinggi derajatnya daripada bahasa Indonesia. Bahkan, mereka seolah tidak mau tahu perkembangan bahasa Indonesia.
Banyak orang Indonesia memperlihatkan dengan bangga kemahirannya menggunakan bahasa Inggris, walaupun mereka tidak menguasai bahasa Indonesia dengan baik. Bahkan mereka tidak merasa malu apabila tidak menguasai bahasa asing (Inggris) tetapi tidak pernah merasa malu dan kurang apabila tidak menguasai bahasa Indonesia. Tidak hanya itu, mereka juga menganggap remeh bahasa Indonesia dan tidak mau mempelajarinya karena merasa dirinya telah menguasai bahasa Indonesia dengan baik. Padahal bahasa Indonesia adalah bahasa Negara mereka sendiri, bahasa Ibu.
Pada saat ini, bangsa Indonesia telah terbawa arus oleh pengaruh dan budaya asing yang jelas-jelas tidak sesuai dan tidak cocok dengan bahasa dan budaya bangsa Indonesia. Pengaruh budaya asing ini sangat besar kemngkinannya terjadi pada era globalisasi ini.
Anak remaja adalah masa dimana kita mudah terpengaruh dengan hal yang baru dan ingin mencobanya. Jika tidak ingin dikatakan “kurang pergaulan” maka kita harus mengikuti arus perkembangan era globalisasi sekarang ini. Sehingga banyak diantara anak remaja yang mencoba untuk ikut-ikutan dengan temannya.
Sebagai contoh, anak remaja zaman sekarang ini banyak yang menggunakan bahasa prokem (bahasa gaul) daripada menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bahasa prokem itu digunakan sebagai sarana komunikasi oleh kalangan remaja untuk menyampaikan hal-hal yang dianggap tertutup bagi kelompok usia lain atau agar pihak lain tidak dapat mengetahui apa yang sedang dibicarakannya. Contoh-contoh bahasa prokem yaitu bonyok ‘bapak dan ibu’, hebring ‘sangat hebat’, gue ‘saya’, loe ‘kamu’, dan banyak lagi lainnya. Mereka yang tidak menggunakan bahasa prokem biasanya dicap “kurang pergaulan”. Hal ini akan membuat mereka merasa kurang percaya diri. Sehingga mau tidak mau mereka akan terpengaruh oleh teman-teman mereka agar tidak dicap kurang pergaulan.
Bahasa seperti ini dapat menghancurkan generasi muda bangsa Indonesia. Karena mereka tidak memperhatikan keadaan dengan siapa dan dimana mereka menggunakan bahasa tersebut. Kalau hal itu sampai dibiarkan terus terjadi, maka sikap kesopanan berbahasa sebagai bentuk kesopanan terhadap orang yang lebih tua sudah terabaikan.
Hal ini harus segera ditanggulangi karena Bahasa Indonesia memegang peranan yang sangat penting dalam membangun manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan sumber daya manusia yang relevan dengan perkembangan zaman.
Untuk menghindari hal tersebut, kita sebagai bangsa Indonesia harus bangga berbahasa Indonesia. Kita tidak perlu malu untuk berbahasa Indonesia karena Bahasa Indonesia adalah bahasa Negara kita. Kita boleh terbawa oleh arus era globalisasi sekarang ini tapi jangan sampai kita terlena dengan semua itu, karena bahasa persatuan kita tetap Bahasa Indonesia. Kita harus ingat isi sumpah pemuda butir ketiga “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan Bahasa Indonesia”. Pemuda Indonesia pada saat itu telah bersumpah bahwa bahasa persatuannya adalah Bahasa Indonesia, kenapa kita yang hanya penerus bangsa tidak bisa untuk menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan kita. Marilah dari sekarang kita tetap melestarikan Bahasa Indonesia. Jangan kita sia-siakan perjuangan pemuda Indonesia yang sudah menetapkan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu dalam Sumpah Pemuda. Sekali saya katakan jangan kita sampai merasa malu menggunakan bahasa Indonesia karena sudah terlalu sering menggunakan bahasa prokem. Menggunakan bahasa prokem boleh-boleh saja, asal kita jangan sampai melupakan akar budaya bangsa kita, yaitu Bahasa Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar