BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Keperawatan merupakan
salah satu profesi yang mempunyai bidang garap pada kesejahtraan manusia yaitu
dengan memberikan bantuan kepada individu yang sehat maupun yang sakit untuk
dapat menjalankan fungsi hidup sehari-hariya. Salah satu yang mengatur hubungan
antara perawat pasien adalah etika. Etika diperlukan oleh semua profesi
termasuk juga keperawatan yang mendasari prinsip-prinsip suatu profesi dan
tercermin dalam standar praktek profesional (Doheny et all, 1982).
Etika
adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi perlaku
seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang dilakukan
seseorang dan merupakan suatu kewajiban dan tanggungjawanb moral (Nila Ismani,
2001).
Hukum
adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu
kehidupan bersama; atau keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam
suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu
sanksi. Berkembang di dalam masyarakat dalam kehendak, merupakan sistem
peraturan, sistem asas-asas, mengandung pesan kultural karena tumbuh dan
berkembang bersama masyarakat (Mertkusumo S).
Tujuan
adanya etika dan hukum keperawatan adalah untuk memberikan gambaran kepada penulis tentang etika
dan hukum keperawatan dan cara
penanganannya menurut konsep ilmu. Etika dan hukum keperawatan memberikan gambaran tentang apa
yang harus dilakukan dan kesulitan – kesulitan yang akan dihadapi saat
penulisan makalah. Dengan etika dan hukum keperawatan, seorang penulis mampu mengambil
sikap dan keputusan yang tepat dalam mengatasi masalah penulisan makalah. Oleh
karena itu, makalah ini akan membahas tentang etika dan hukum
keperawatan.
Berdasarkan
ketertarikan penulis terhadap etika dan hukum keperawatan, maka lahirlah makalah
yang berjudul “ Etika dan Hukum Keperawatan “.
B. Tujuan Penulisan
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penulisan ini
adalah :
1.
Mengetahui tujuan etika keperawatan.
2.
Mengetahui masalah etika dalam praktik keperawatan.
3. Mengetahui prinsip-prinsip
etika keperawatan.
4. Mengetahui pengertian hokum
kesehatan dan keperawatan.
5. Mengetahui fungsi hokum dalam
pelayanan keperawatan.
6. Mengetahui PPNI dan Pengesahan
Undang-undang praktik keperawatan.
7. Mengetahui Undang-undang praktik
keperawatan dinegara tetangga.
8.Mengetahui Undang-undang dalam
praktik keperawatan.
9. Mengetahui tujuan undang-undang
praktik keperawatan.
10. Mengetahui masalah hukum dalam praktik keperawatan.
11.
Mengetahui mencegah masalah hukum dan etika yang terkait dengan pelayanan
keperawatan.
C. Manfaat Penulisan
Hasil pelaksanaan penulisan makalah ini akan memberi manfaat
yang berarti bagi mahasiswa dan instansi, diantaranya adalah :
1.
Bagi Mahasiswa
Penulisan makalah ini bermanfaat
bagi mahasiswa dalam memberikan informasi kepada mahasiswa yang belum
mengetahui tentang etika dan hukum keperawatan.
2. Bagi Instansi
Dengan
penulisan makalah ini, akan memberikan manfaat bagi instansi sebagai
media informasi pembelajaran yang dapat membantu dalam proses belajar mengajar
serta penambah wawasan informasi dalam materi pembelajaran blok II.
BAB II
ISI
DAN TEORITIS
A. Tujuan Etika Keperawatan
Etika profesi keperawatan merupakan
alat untuk mengukur perilaku moral dalam keperawatan. Dalam penyusunan alat
pengukur ini, keputusan diambil berdasarkan kode etik sebagai standar yang
mengukur dan mengevaluasi perilaku moral perawat.
Menurut American Ethics Commission Bureau on
Teaching, tujuan etika keperawatan adalah mampu :
1. Mengenal dan mengidentifikasi unsur norma dalam praktek
keperawatan.
2. Membentuk strategi atau cara dan menganalisis masalah
norma yang terjadi dalam praktek keperawatan.
3. Menghubungakn prinsip moral atau pelajaran yang baik dan
dapat dipertanggung jawabkan pada diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan
kepada Tuhan, sesuai dengan kepercayaan.
Perawat
membutuhkan kemampuan untuk menghungkan dan mempertimbangkan peran
prinsipmoralitas, yaitu keyakinannya terhadap tindakan yang dihubungkan ajaran
agama dan perintah tuhan dalam :
1. Pelaksanaan kode perilaku yang disepakati oleh kelompok
profesi, perawat sendiri, maupun masyarakat.
2. Cara mengambil keputusan yang didasari oleh sikap
kebiasaan dan pandangan (hal yang dianggap benar). Menurut veatch, yang
mengambil keputusan tentang etika profesi keperawatan adalah perawat sendiri,
tenaga kesehatan lainya; dan etika yang berhubungan dengan pelayanan
keperawatan ialah masyarakat/orang awam yang menggunakan ukuran dan nilai umum
sesuai dengan tuntutan masyarakat.
Menurut nasional league for nursing
(NLN [pusat pendidikan keperawatan milik perhimpunan perawat amerika]
),pendidikan keperawatan bertujuan:
1. Meningkatkan pengertian peserta didik tentang hubungan
antarprofesi kesehatan lain dan mengerti tentang peran dan fungsi anggota tim
kesehatan tersebut
2. Mengembangkan potensi pengambilan keputusan yang bersifat
moralitas, keputusan tentang baik dan buruk yang akan pertanggung jawabkan
kepada tuhan sesuai dengan kepercayaannya.
3. Mengembangkan sifat pribadi dan sikap prefesional peserta
didik.
4. Mengembangkan pengetahuan
dan keterampilan yang penting untuk dasar praktik keperawatan prefesional.
Diakui bahwa pengembangan keterampilan ini dilema etika, artinya konflik yang
dialami, yang memerlukan pengambilan keputusan yang baik dan benar dipandang
dari sudut profesi, kemanusiaan, kemasyarakatan, kesehatan dan keperawatan.
5. Memberi kesempatan kepada peserta didik menerapkan ilmu
dan prinsip etika keperawatan dan dalam situasi nyata.
Pendidikan etika sangat penting
dalam pendidikan keperawatan yang berfungsi untuk meningkatkan kemampuan
peserta didik tentang perbedaan nilai,
norma yang timbul dalam keputusan keperawatan. Namun, etika keperawatan tidak
cukup hanya diajarkan, tetapi harus ditanamkan dan diyakinin oleh peserta didik
melalui pembinaan, tidak saja dipendidikan, tetapi dalam lingkungan pekerjaan
dan lingkungan profesi.
B. Masalah Etika dalam Praktik Keperawatan
Pada bagian ini masalah etika
keperawatan lebih khusus yang dapat ditemui dalam praktik keperawatan, sesuai
dengan yang diuraikan oleh Elis, Hartley (1980), yang meliputi self-evaluation
(evaluasi diri), evaluasi kelompok, tanggung jawab terhadap peralatan dan
barang, merekomendasikan klien pada dokter, menghadapi asuhan keperawatan yang
buruk, serta masalah peran merawat dan mengobati (Sciortino, 1991).
Adapun permasalahan etik yang yang sering muncul banyak
sekali, seperti berkata tidak jujur (bohong), abortus, menghentikan pengobatan,
penghentian pemberian makanan dan cairan, euthanasia, transplantasi organ serta
beberpa permasalahan etik yang langsung berkaitan dengan praktek keperawatan,
seperti: evaluasi diri dan kelompok, tanggung jawab terhadap peralatan dan
barang, memberikan rekomendasi pasien pad dokter, menghadapi asuhan keperawatan
yang buruk, masalah peran merawat dan mengobati (Prihardjo, 1995).
Disini akan dibahas sekilas beberapa hal yang berikaitan dengan
masalah etik yang berkaitan langsung pada praktik keperawatan, yaitu :
1. Konflik Etik antara Teman Sejawat
Keperawatan
pada dasarnya ditujukan untuk membantu pencapaian kesejahteraan pasien. Untuk
dapat menilai pemenuhan kesejahteraan pasien, maka perawat harus mampu
mengenal/tanggap bila ada asuhan keperawatan yang buruk dan tidak bijak, serta
berupaya untuk mengubah keadaan tersebut. Kondisi inilah yang sering sering
kali menimbulkan konflik antara perawat sebagai pelaku asuhan keperawatan dan
juga terhadap teman sejawat. Dilain pihak perawat harus menjaga nama baik
antara teman sejawat, tetapi bila ada teman sejawat yang melakukan pelanggaran
atau dilema etik hal inilah yang perlu diselesaikan dengan bijaksana.
2. Menghadapi Penolakan Pasien
terhadap Tindakan Keperawatan
Masalah
ini sering juga terjadi, apalagi pada saat ini banyak bentuk-bentuk pengobatan
sebagai alternative tindakan. Dan berkembangnya tehnologi yang memungkinkan
orang untuk mencari jalan sesuai dengan kondisinya. Penolakan pasien menerima
pengobatan dapat saja terjadi dan dipengaruhi oleh beberapa factor, seperti
pengetahuan, tuntutan untuk dapat sembuh cepat, keuangan, social dan lain-lain.
Penolakan atas pengobatan dan tindakan asuhan keperawatan merupakan hak pasien
dan merupakan hak outonmy pasien, pasien berhak memilih, menolak segala bentuk
tindakan yang mereka anggap tidak sesuai dengan dirinnya, yang perlu dilakukan
oleh perawat adalah menfasilitasi kondisi ini sehingga tidak terjadi konflik
sehingga menimbulkan masalah-masalah lain yang lebih tidak etis.
3. Masalah antara peran merawat dan
mengobati
Berbagai
teori telah dijelaskan bahwa secara formal peran perawat adalah memberikan
asuhan keperawatan, tetapi dengan adanya berbagai factor sering kali peran ini
menjadai kabur dengan peran mengobati. Masalah antara peran sebagai perawat
yang memberikan asuhan keperawatan dan sebagai tenaga kesehatan yang melakuka
pengobatan banyak terjadi di Indonesia, terutama oleh perawat yang ada didaerah
perifer (puskesmas) sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Dari hasil
penelitian, Sciortio (1992) menyatakan bahwa pertentangan antara peran formal
perawat dan pada kenyataan dilapangan sering timbul dan ini bukan saja masalah
Nasional seperti di Indonesia, tetapi juga terjadi di Negara-negara
lain.Walaupun tidak diketahui oleh pemerintah, pertentangan ini mempunyai
implikasi besar. Antara pengetahuan perawat yang berhubungan dengan asuhan
keperawatan yang kurang dan juga kurang aturan-aturan yang jelas sebagai bentuk
perlindungan hukum para pelaku asuhan keperawatan hal inisemakin tidak jelas
penyelesaiannya.
4. Berkata Jujur atau Tidak jujur
Didalam
memberikan asuhan keperawatan langsung sering kali perawat tidak merasa bahwa,
saat itu perawat berkata tidak jujur. Padahal yang dilakukan perawat adalah
benar (jujur) sesuai kaedah asuhan keperawatan.
Sebagai contoh: sering terjadi pada pasien yang terminal, saat perawat ditanya oleh pasien berkaitan dengan kondisinya, perawat sering menjawab “tidak apa-apa ibu/bapak, bapak/ibu akan baik, suntikan ini tidak sakit”. Dengan bermaksud untuk menyenangkan pasien karena tidak mau pasiennya sedih karena kondisinya dan tidak mau pasien takut akan suntikan yang diberikan, tetapi didalam kondisi tersebut perawat telah mengalami dilema etik. Bila perawat berkata jujur akan membuat sedih dan menurunkan motivasi pasien dan bila berkata tidak jujur, perawat melanggar hak pasien.
Sebagai contoh: sering terjadi pada pasien yang terminal, saat perawat ditanya oleh pasien berkaitan dengan kondisinya, perawat sering menjawab “tidak apa-apa ibu/bapak, bapak/ibu akan baik, suntikan ini tidak sakit”. Dengan bermaksud untuk menyenangkan pasien karena tidak mau pasiennya sedih karena kondisinya dan tidak mau pasien takut akan suntikan yang diberikan, tetapi didalam kondisi tersebut perawat telah mengalami dilema etik. Bila perawat berkata jujur akan membuat sedih dan menurunkan motivasi pasien dan bila berkata tidak jujur, perawat melanggar hak pasien.
5. Tanggung Jawab Terhadap Peralatan
dan Barang
Dalam
bahasa Indonesia dikenal istilah menguntil atau pilfering, yang berarti mencuri
barang-barang sepele/kecil. Sebagai contoh: ada pasien yang sudah meninggal dan
setalah pasien meninggal ada barang-barang berupa obat-obatan sisa yang belum
dipakai pasien, perawat dengan seenaknya membereskan obat-obatan tersebut dan
memasukan dalam inventarisasi ruangan tanpa seijin keluarga pasien.
Hal ini
sering terjadi karena perawat merasa obat-obatan tersebut tidak ada artinya
bagi pasien, memang benar tidak artinya bagi pasien tetapi bagi keluarga
kemungkinan hal itu lain. Yang penting pada kondisi ini adalah komunikasi dan
informai yang jelas terhadap keluarga pasien dan ijin dari keluarga pasien itu
merupakan hal yang sangat penting, Karena walaupun bagaimana keluarga harus
tahu secara pasti untuk apa obat itu diambil.
Perawat
harus dapat memberikan penjelasan pada keluarga dan orang lain bahwa menggambil
barang yang seperti kejadian diatas tidak etis dan tidak dibenarkan karena
setiap tenaga kesehatan mempunyai tanggung jawab terhadap peralatan dan barang
ditempat kerja.
C.
Prinsip-prinsip Etika Keperawatan
1. Otonomi
Prinsip otonomi merupakan bentuk
resfek terhadap seseorang atau dipandang sebagai persetujuan tanpa paksaan dan
bertindak secara rasional.
Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri.
Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri.
2.
Berbuat Baik
Berbuat
baik berarti hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan memerlukan pencegahan
kesalahan atau kejahatan, dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain.
3. Keadilan
Keadilan
dibutuhkan demi tercapainya derajat dan keadilan terhadap orang lain yang
menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan.
4. Tidak Merugikan
Prinsip
tidak merugikan ini mengandung arti tidak meninbulkan bahasa fisik dan psikologis pada klien.
5. Kejujuran
Prinsip
kejujuran artinya penuh kebenaran yang berhubungan dengan kemampuan seseorang
mengatakan kebenaran.
6. Menepati Janji
Prinsip
menepati janji dibutuhkan individuuntuk menghargai janji dan komitmennya
terhadap orang lain.
7. Kerahasiaan
Prinsip
kerahasiaan adalah bahwa informasi tentang klien harus dijaga sunguh-sunguh
sebab merupakan sesuatu yang privasi.
8. Akuntabilitas
Akuntabilitas merupakan standar
pasti bahwa tindakan seseorang yang profesional harus dapat dinilai dalam situasi
yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.
D. Pengertian Hukum Kesehatan dan
Keperawatan
Hukum kesehatan adalah
semua peraturan hukum yang berhubungan langsung pada pelayanan kesehatan dan
penerapannya pada hukum perdata, hukum administrasi dan hukum pidana (UU
Kesehatan No. 23 tahun 1992).
Hukum kesehatan adalah
kumpulan peraturan yang berkaitan langsung dengan pemberian perawatan dan juga
penerapannya kepada hukum perdata, hukum pidana dan hukum administrasi (Prot.
Van der Miju).
E. Fungsi
Hukum dalam pelayanan keperawatan
1. Memberikan kerangka untuk
menentukan tindakan keperawata
2. Membedakan tanggung jawab dengan
profesi yang lain
3. Membantu
mempertahankan standar praktek keperawatan dengan meletakkan posisi perawat
memiliki akuntabilitas di bawah hokum
F.
PPNI dan Pengesahan
Undang- Undang praktik Keperawatan.
Dalam peringatan Hari
Perawat Sedunia ini yang jatuh tanggal 12 mei, Persatuan Perawat Nasional
Indonesia (PPNI) lebih mendorong disahkannya Undang-Undang Praktik Keperawatan.
Hal ini karena:
1)
Keperawatan sebagai profesi memiliki karateristik yaitu, adanya kelompok
pengetahuan (body of knowledge) yang melandasi keterampilan untuk menyelesaikan
masalah dalam tatanan praktik keperawatan; pendidikan yang memenuhi standar dan
diselenggarakan di Perguruan Tinggi; pengendalian terhadap standar praktik;
bertanggungjawab dan bertanggungugat terhadap tindakan yang dilakukan; memilih
profesi keperawatan sebagai karir seumur hidup, dan; memperoleh pengakuan
masyarakat karena fungsi mandiri dan kewenangan penuh untuk melakukan pelayanan
dan asuhan keperawatan yang beriorientasi pada kebutuhan sistem klien
(individu, keluarga,kelompok dan komunitas).
2)
Kewenangan penuh untuk bekerja sesuai dengan keilmuan keperawatan yang
dipelajari dalam suatu sistem pendidikan keperawatan yang formal dan terstandar
menuntut perawat untuk akuntabel terhadap keputusan dan tindakan yang
dilakukannya. Kewenangan yang dimiliki berimplikasi terhadap kesediaan untuk
digugat, apabila perawat tidak bekerja sesuai standar dan kode etik. Oleh
karena itu, perlu diatur sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi yang
ditetapkan dengan peraturan dan perundang-undangan. Sistem ini akan melindungi
masyarakat dari praktik perawat yang tidak kompeten, karena Konsil Keperawatan
Indonesia yang kelak ditetapkan dalam Undang Undang Praktik Keperawatan akan
menjalankan fungsinya. Konsil Keperawatan melalui uji kompetensi akan membatasi
pemberian kewenangan melaksanakan praktik keperawatan hanya bagi perawat yang
mempunyai pengetahuan yang dipersyaratkan untuk praktik. Sistem registrasi,
lisensi dan sertifikasi ini akan meyakinkan masyarakat bahwa perawat yang
melakukan praktik keperawatan mempunyai pengetahuan yang diperlukan untuk
bekerja sesuai standar.
3)
Perawat telah memberikan konstribusi besar dalam peningkatan derajat
kesehatan. Perawat berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan mulai dari
pelayanan pemerintah dan swasta, dari perkotaan hingga pelosok desa terpencil
dan perbatasan. Tetapi pengabdian tersebut pada kenyataannya belum diimbangi
dengan pemberian perlindungan hukum, bahkan cenderung menjadi objek hukum.
Perawat juga memiliki kompetensi keilmuan, sikap rasional, etis dan
profesional, semangat pengabdian yang tinggi, berdisiplin, kreatif, terampil,
berbudi luhur dan dapat memegang teguh etika profesi. Disamping itu,
Undang-Undang ini memiliki tujuan, lingkup profesi yang jelas, kemutlakan
profesi, kepentingan bersama berbagai pihak (masyarakat, profesi, pemerintah
dan pihak terkait lainnya), keterwakilan yang seimbang, optimalisasi profesi,
fleksibilitas, efisiensi dan keselarasan, universal, keadilan, serta kesetaraan
dan kesesuaian interprofesional (WHO, 2002).
4)
Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan
semakin meningkat. Hal ini karena adanya pergeseran paradigma dalam pemberian
pelayanan kesehatan, dari model medikal yang menitikberatkan pelayanan pada
diagnosis penyakit dan pengobatan, ke paradigma sehat yang lebih holistik yang
melihat penyakit dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai fokus pelayanan
(Cohen, 1996). Disamping itu, masyarakat membutuhkan pelayanan keperawatan yang
mudah dijangkau, pelayanan keperawatan yang bermutu sebagai bagian integral
dari pelayanan kesehatan, dan memperoleh kepastian hukum kepada pemberian dan
penyelenggaraan pelayanan keperawatan.
G. Undang- Undang praktik Keperawatan di
Negara Tetangga
Negara-negara ASEAN seperti Philippines, Thailand, Singapore, Malaysia, sudah memiliki Undang Undang Praktik Keperawatan (Nursing Practice Acts) sejak puluhan tahun yang lalu. Mereka siap untuk melindungi masyarakatnya dan lebih siap untuk menghadapi globalisasi perawat asing yang masuk ke negaranya dan perawatnya bekerja di negara lain. Ketika penandatanganan Mutual Recognition Arrangement di Philippines tahun 2006, posisi Indonesia, bersama dengan Vietnam, Laos dan Myanmar, yang belum memiliki Konsil Keperawatan. Semoga apa yang dilakukan oleh PPNI dapat mengangkat derajad bangsa ini dengan negara lain, khususnya dalam pelayanan kesehatan.
Negara-negara ASEAN seperti Philippines, Thailand, Singapore, Malaysia, sudah memiliki Undang Undang Praktik Keperawatan (Nursing Practice Acts) sejak puluhan tahun yang lalu. Mereka siap untuk melindungi masyarakatnya dan lebih siap untuk menghadapi globalisasi perawat asing yang masuk ke negaranya dan perawatnya bekerja di negara lain. Ketika penandatanganan Mutual Recognition Arrangement di Philippines tahun 2006, posisi Indonesia, bersama dengan Vietnam, Laos dan Myanmar, yang belum memiliki Konsil Keperawatan. Semoga apa yang dilakukan oleh PPNI dapat mengangkat derajad bangsa ini dengan negara lain, khususnya dalam pelayanan kesehatan.
Perawat telah memberi
konstribusi yang cukup besar dalam pemberian pelayanan kesehatan, akan
tetapi belum mendapat pengimbangan dari perlindungan hukum, bahkan sering
menjadi objek dalam masalah hukum. Dan yang menjadi pertanyaan ”kemana hak dan
jasa untuk profesi keperawatan?“.
Pengembangan kesehatan
masyarakat di Indonesia yang telah dijalankan selama ini masih memperlihatkan
adanya ketidaksesuaian antara pendekatan pembangunan kesehatan masyarakat
dengan tanggapan masyarakat, manfaat yang diperoleh masyarakat, dan partisipasi
masyarakat yang diharapkan. Meskipun di dalam Undang-undang No. 23 Tahun
1992 tentang Kesehatan telah ditegaskan bahwa tujuan pembangunan kesehatan
masyarakat salah satunya adalah meningkatkan kemandirian masyarakat dalam
mengatasi masalah kesehatannya. Oleh karena itu pemerintah maupun pihak-pihak
yang memiliki perhatian cukup besar terhadap pembangunan kesehatan masyarakat
–termasuk perawat spesialis komunitas— perlu mencoba mencari terobosan yang
kreatif agar program-program tersebut dapat dilaksanakan secara optimal dan
berkesinambungan.
Salah satu intervensi keperawatan komunitas di Indonesia yang belum banyak digali adalah kemampuan perawat spesialis komunitas dalam membangun jejaring kemitraan di masyarakat. Padahal, membina hubungan dan bekerja sama dengan elemen lain dalam masyarakat merupakan salah satu pendekatan yang memiliki pengaruh signifikan pada keberhasilan program pengembangan kesehatan masyarakat (Kahan & Goodstadt, 2001). Pada bagian lain Ervin (2002) menegaskan bahwa perawat spesialis komunitas memiliki tugas yang sangat penting untuk membangun dan membina kemitraan dengan anggota masyarakat. Bahkan Ervin mengatakan bahwa kemitraan merupakan tujuan utama dalam konsep masyarakat sebagai sebuah sumber daya yang perlu dioptimalkan (community-as-resource), dimana perawat spesialis komunitas harus memiliki ketrampilan memahami dan bekerja bersama anggota masyarakat dalam menciptakan perubahan di masyarakat.
Salah satu intervensi keperawatan komunitas di Indonesia yang belum banyak digali adalah kemampuan perawat spesialis komunitas dalam membangun jejaring kemitraan di masyarakat. Padahal, membina hubungan dan bekerja sama dengan elemen lain dalam masyarakat merupakan salah satu pendekatan yang memiliki pengaruh signifikan pada keberhasilan program pengembangan kesehatan masyarakat (Kahan & Goodstadt, 2001). Pada bagian lain Ervin (2002) menegaskan bahwa perawat spesialis komunitas memiliki tugas yang sangat penting untuk membangun dan membina kemitraan dengan anggota masyarakat. Bahkan Ervin mengatakan bahwa kemitraan merupakan tujuan utama dalam konsep masyarakat sebagai sebuah sumber daya yang perlu dioptimalkan (community-as-resource), dimana perawat spesialis komunitas harus memiliki ketrampilan memahami dan bekerja bersama anggota masyarakat dalam menciptakan perubahan di masyarakat.
H. Undang-undang dalam
Praktik Keperawatan
1. UU
yang berkaitan dengan Praktek keperawatan
UU
No. 9 tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan. Bab II (Tugas Pemerintah),
pasal 10 antara lain menyebutkan bahwa pemerintah mengatur kedudukan hukum,
wewenang dan kesanggupan hukum.
2. UU
No. 6 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan.
UU
ini membedakan tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana. Tenaga sarjana
meliputi dokter, dokter gigi dan apoteker. Tenaga perawat termasuk dalam tenaga
bukan sarjana, termasuk bidan dan asisten farmasi dimana dalam menjalankan
tugas dibawah pengawasan dokter, dokter gigi dan apoteker. Pada keadaan
tertentu kepada tenaga pendidikan rendah dapat diberikan kewenangan terbatas
untuk menjalankan pekerjaannya tanpa pengawasan langsung.
3. UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan
UU
Kesehatan No. 14 tahun 1964, tentang Wajib Kerja Paramedis. Pada pasal 2, ayat
(3)dijelaskan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda, menengah dan rendah wajib
menjalankan wajib kerja pada pemerintah selama 3 tahun.
Yang
perlu diperhatikan bahwa dalam UU ini, lagi posisi perawat dinyatakan sebagai
tenaga kerja pembantu bagi tenaga kesehatan akademis, sehingga dari aspek
profesionalisasian, perawat rasanya masih jauh dari kewenangan tanggung jawab
terhadap pelayanannya sendiri.
4. UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan
SK
Menkes No. 262/Per/VII/1979 tahun 1979. Membedakan paramedis menjadi dua
golongan yaitu paramedis keperawatan (temasuk bidan) dan paramedis non
keperawatan. Dari aspek hukum, suatu hal yang perlu dicatat disini bahwa tenaga
bidan tidak lagi terpisah tetapi juga termasuk katagori tenaga keperawatan.
5. UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan
Permenkes.
No. 363/Menkes/Per/XX/1980 tahun 1980. Pemerintah membuat suatu pernyataan yang
jelas perbedaan antara tenaga keperawaan dan bidan. Bidan seperti halnya
dokter, diijinkan mengadakan praktik swasta, sedangkan tenaga keperawatan
secara resmi tidak diijinkan. Peraturan ini boleh dikatakan kurang relevan atau
adil bagi profesi keperawatan. Kita ketahui negara lain perawat diijinkan
membuka praktik swasta.
6. UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan
SK
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 94/Menpan/1986, tanggal 4
November 1986, tentang jabatan fungsional tenaga keperawatan dan sistem kredit
point.
Dalam
sistem ini dijelaskan bahwa tenaga keperawatan dapat naik jabatannya atau naik
pangkatnya setiap dua tahun bila memenuhi angka kredit tertentu. Sistem ini
menguntungkan perawat, karena dapat naik pangkatnya dan tidak tergantung kepada
pangkat/golongan atasannya
7. UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan
1. UU Kesehatan
No. 23 Tahun 1992, merupakan UU yang banyak memberi kesempatan bagi
perkembangan termasuk praktik keperawatan profesional karena dalam UU ini
dinyatakan tentang standar praktik, hak-hak pasien, kewenangan,maupun
perlindungan hukum bagi profesi kesehatan termasuk keperawatan.
2. Beberapa
pernyataaan UU Kes. No. 23 Th. 1992 yang dapat dipakai sebagai acuan pembuatan
UU Praktik Keperawatan adalah :
3. Pasal 53
ayat 4 menyebutkan bahwa ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak pasien
ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
4. Pasal 50
ayat 1 menyatakan bahwa tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau
melaksanakan kegiatan sesuai dengan bidang keahlian dan kewenangannya
5. Pasal 53
ayat 4 menyatakan tentang hak untuk mendapat perlindungan hukum bagi tenaga
kesehatan. Namun kenyataannya sampai sekarang UU praktek keperawatan belum juga
disahkan.
I.
Tujuan Undang- Undang
praktek Keperawatan :
1. Tujuan utama
Memberikan
landasan hukum terhadap praktik keperawatan untuk melindungi baik masyarakat
maupun perawa
2. Tujuan Khusus
a. Mempertahankan dan
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan kesehatan yang diberikan oleh
perawat.
b. Melindungi
masyarakat atas tindakan yang dilakukan perawat.
c. Menetapkan
standar pelayanan keperawatan
d. Menapis ilmu
pengetahuan dan teknologi keperawatan
e. Menilai boleh
tidaknya perawat untuk menjalankan praktik keperawatan
f. Menilai ada
tidaknya kesalahan dan atau kelalaian yang dilakukan perawat dalam memberi
pelayanan.
J. Masalah Hukum dalam Praktik
Keperawatan
Berbagai masalah hukum dalam
praktik keperawatan telah diidentifikasi oleh para ahli. Beberapa masalah yang
dibahas secara singkat disini meliputi :
1.
Menandatangani Pernyataan Hukum
Perawat seringkali diminta
menandatangi atau diminta untuk sebagai saksi. Dalam hal ini perawat hendaknya
tidak membuat pernyataan yang dapat diinterprestasikan menghilangkan pengaruh.
Dalam kaitan dengan kesaksian perawat disarankan mengacu pada kebijakan rumah
sakit atau kebijakan dari atasan.
2. Format Persetujuan (Consent)
Berbagai format persetujuan disediakan
oleh institusi pelayanan dalam bentuk yang cukup bervariasi. Beberapa rumah
sakit memberikan format persetujuan pada awal pasien masuk rumah sakit yang
mengandung pernyataan kesanggupan pasien untuk dirawat dan menjalani
pengobatan. Bentuk persetujuan lain adalah format persetujuan operasi. Perawat
dalam proses persetujuan ini biasanya berperan sebagai saksi. Sebelum informasi
dari dokter ahli bedah atau perawat tentang tindakan yang akan dilakukan
beserta resikonya.
3. Report
Setiap kali perawat menemukan suatu
kecelakaan baik yang mengenai pasien, pengunjung maupun petugas kesehatan,
perawat harus segera membuat suatu laporan tertulis yang disebut incident
report. Dalam situasi klinik, kecelakaan sering terjadi misalnya pasien jatuh
dari kamar mandi, jarinya terpotong oleh alat sewaktu melakuakan pengobatan,
kesalahan memberikan obat dan lain-lain.
Dalam setiap kecelakaan, maka dokter
harus segera diberi tahu.
Beberapa rumah sakit telah menyediakan format untuk keperluan ini. Bila format tidak ada maka kejadian dapat ditulis tanpa menggunakan format buku. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pencatatan incident report antara lain :
Beberapa rumah sakit telah menyediakan format untuk keperluan ini. Bila format tidak ada maka kejadian dapat ditulis tanpa menggunakan format buku. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pencatatan incident report antara lain :
a. tulis kejadian
sesuai apa adanya
b. tulis
tindakan yang anda lakukan
c. tulis
nama dan tanda tangan anda dengan jelas
d. sebutkan
waktu kejadian ditemukan
4. Pencatatan
Pencatatan merupakan kegiatan
sehari-hari yang tidak lepas dari asuhan keperawatan yang dilakukan oleh
perawat. Pencatatan merupakan salah satu komponen yang penting yang memberikan
sumber kesaksian hukum. Betapapun mahirnya keterampilan anda dalam memberikan
perawatan, jika tidak dicatat atau dicatat tetapi tida lengkap, tidak dapat
membantu dalam persidangan. Setiap selesai melakukan suatu tindakan maka
perawat harus segera mencatat secara jelas tindkan yang dilakukan dan respon
pasien terhadap tindakan serta mencantumkan waktu tindakan diberikan dan tanda
tangan yang memberikan tindakan.
5. Pengawasan Penggunaan Obat
Pemerintah Indonesia telah mengatur
pengedaran dan penggunaan obat. Obat ada yang dapat dibeli secara bebas dan ada
pula yang dibeli harus dengan resep dokter. Obat-obat tersebut misalnya
narkotik disimpan disimpan ditempat yang aman dan terkunci dan hanya
oprang-orang yang berwenang yang dapat mengeluarkannya. Untuk secara hukum
hanya dapat diterima dalam pengeluaran dan penggunaan obat golongan nartkotik
ini, perawat harus selalu memperhatikan prosedur dan pncatatan yang benar.
6. Abortus Dan Kehamilan Diluar Secara Alami
Abortus merupakan pengeluaran awal
fetus pada periode gestasi sehingga fetus tidak mempunya kekuatan untuk
bertahan hidup. Abortus merupakan tindakan pemusnahan yang melanggar hukum,
atau menyebabkan lahir prematur fetus manusia sebelum masa lahir secara alami.
Abortus telah menjadi masalah
internasional dan berbagai pendapat telah diajukan baik yang menyetujui maupun
yang menentang. Factor-faktor yang mendorong abortus antara lain karena :
a.
Pemerkosaan
b. Pria
tidak bertanggung jawab
c. Demi
kesehatan mental
d.
Kesehatan tubuh
e. Tidak
mampu merawat bayi
f. Usia
remaja
g. Masih
sekolah
h. Ekonomi
(KR, 1994)
Yang dimaksud dengan kelahiran yang
diluar secara alami meliputi kelahiran yang diperoleh dengan tidak melalui
hubungan intim suami istri sebagai mana mestinya. Misalnya melalui fertilisasi
invirto (bayi tabung).
7. Kontroversi Aborsi
Aborsi di Indonesia masih merupakan
perbuatan yang secara jelas dilarang, terkecuali jika ada indikasi medis
tertentu yang mengakibatkan terancamnya hidup dari sang Ibu. Di dunia
Internasional sendiri dikenal dua kelompok besar yaitu pro life (yang menentang
aborsi) dan pro choice (yang tidak menentang aborsi) berikut dengan berbagai
argumentasi yang melatarbelakanginya.
Di Indonesia sendiri, meski aborsi
dilarang, namun tetap banyak perempuan-perempuan yang melakukan aborsi. Baik
dilakukan berdasarkan indikasi medis tertentu maupun indikasi non medis.
Dalam aborsi, kami cenderung
melihatnya dari sisi non moral, karena problem moral haruslah diletakkan dalam
koridor moral semata dan tentu bukan dalam koridor moral yang dimasukkan
unsur-unsur hukum. Beberapa contoh bagaimana terkadang moral dan hukum, dalam
pandangannya, tidak mampu untuk menjawab persoalan persoalan ini.
Contoh A: Seorang perempuan yang
diperkosa ternyata mendapatkan kehamilan yang tidak dia inginkan. Perempuan ini
merupakan korban perkosaan dalam terminologi adanya kekuatan yang melakukan
pembersihan etnis dimana dia adalah salah satu etnis yang hendak disapu bersih.
Contoh B: Seorang perempuan yang
diperkosa ternyata mendapatkan kehamilan yang tidak dia inginkan. Perempuan ini
merupakan korban perkosaan dalam konteks kejahatan dalam keluarga.
Contoh C: Seorang perempuan yang
diperkosa ternyata mendapatkan kehamilan yang tidak dia inginkan. Perempuan ini
merupakan korban perkosaan dalam konteks kejahatan di lingkungan kerja. Dia
sendiri sudah bersuami dan memiliki anak-anak yang baik dan lucu-lucu
Contoh D: Seorang perempuan yang
diperkosa ternyata mendapatkan kehamilan yang tidak dia inginkan. Perempuan ini
merupakan korban perkosaan dalam konteks kejahatan biasa. Dia diperkosa karena
ada perampok yang memasuki rumahnya.
Contoh E: Seorang perempuan yang
hendak melangsungkan perkawinan, ternyata telah hamil sebelum perkawinannya
berlangsung. Sementara calon suaminya sendiri kabur entah kemana dan tak dapat
dilacak kembali
Jika perempuan-perempuan ini diharuskan memelihara kehamilannya, kami yakin dia akan menanggung beban psikologis yang berat dan melahirkan anak yang tidak diinginkan akan merupakan beban dan pukulan kedua yang berat bagi mereka. Dan bisa jadi anak yang dilahirkannya malah tidak diurus dengan baik, baik oleh dirinya maupun keluarganya. Kalau sudah begini terjadi lingkaran kekerasan yang tak ada habisnya
Jika perempuan-perempuan ini diharuskan memelihara kehamilannya, kami yakin dia akan menanggung beban psikologis yang berat dan melahirkan anak yang tidak diinginkan akan merupakan beban dan pukulan kedua yang berat bagi mereka. Dan bisa jadi anak yang dilahirkannya malah tidak diurus dengan baik, baik oleh dirinya maupun keluarganya. Kalau sudah begini terjadi lingkaran kekerasan yang tak ada habisnya
8. Kematian dan Masalah yang Terkait
Masalah hukum yang berkaitan denagn
kematian antara lain meliputi pernyataan kematian, bedah mayat/otopsi dan donor
organ. Kematian dinyatakan oleh dokter dan ditulis secara sah dalam surat
pernyataan kematian.
Surat pernyataan ini biasanya dibuat
beberapa rangkap dan keluarga mendapat satu lembar untuk digunakan sebagai
dasar pemberitahuan kepada kerabat serta keperluan ansuransi. Pada keadaan
tertentu misalnya untuk keperluan keperluan peradilan, dapat dilakukan bedah
mayat pada orang yang telah meninggal.
K. Mencegah Masalah
Hukum dan Etika yang Terkait dengan Pelayanan
Keperawatan
1.
Strategi Penyelesaian Masalah Hukum
Malpraktik masih menjadi topik dalam
dunia kesehatan. Berbagai praktik kesehatan termasuk keperawatan ini sudah
diarahkan untuk mencegah terjadinya malpraktik. Berbagai UU praktik kesehatan
telah mulai diupayakan untuk memberikan arahan bagi praktik professional dan
perlindungan bagi praktik kesehatan. Peradilan profesi semakin banyak
dibicarakan bagi pemikir hukum kesehatan (misalnya PERHUKI dan pemerintah) yang
nantinya dapat memberikan pengayoman hukum bagi tenaga kesehatan dan bagi
masyarakat.
Masalah hukum memang merupakan hal yang kompleks karena menyangkut nasib manusia. Menanggapi hal ini kita jadi ingat slogan lama “mencegah lebih baik dari pada mengobati”. Kiranya mencegah masalah hukum lebih baik dari pada memberikan sanksi hukum. Untuk ini sebagai perawat harus mengetahui prinsip-prinsip dalam mencegah hukum.
Masalah hukum memang merupakan hal yang kompleks karena menyangkut nasib manusia. Menanggapi hal ini kita jadi ingat slogan lama “mencegah lebih baik dari pada mengobati”. Kiranya mencegah masalah hukum lebih baik dari pada memberikan sanksi hukum. Untuk ini sebagai perawat harus mengetahui prinsip-prinsip dalam mencegah hukum.
2. Strategi Penyelesaian Masalah Etik
Dalam menghadapi dan mengatasi
permasalahan etis, antara perawat dan dokter tidak menutup kemungkinan terjadi
perbedaan pendapat. Bila ini berlanjut dapat menyebabkan masalah komunikasi dan
kerjasama, sehingga menghambat perawatan pada pasien dan kenyamanan kerja. (Mac
Phail, 1988)Salah satu cara menyelesaikan permasalahan etis adalah dengan
melakukan rounde ( Bioetics Rounds ) yang melibatkan perawat dengan dokter.
Rounde ini tidak difokuskan untuk menyelesaikan masalah etis tetapi untuk
melakukan diskusi secara terbuka tentang kemungkinan terdapat permasalahan
etis.
3. Pembuatan Keputusan dalam Dilema Etik
Menurut Thompson dan Thompson
(1985). dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit untuk diputuskan, dimana
tidak ada alternative yang memuaskan atau suatu situasi dimana alternative yang
memuaskan dan tidak memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang benar
atau salah. Dan untuk membuat keputusan etis, seseorang harus bergantung pada
pemikiran yang rasional dan bukan emosional. Kerangka pemecahan dilema etik
banyak diutarakan oleh beberapa ahli yang pada dasarnya menggunakan kerangka
proses keperawatan dengan pemecahan masalah secara ilmiah.(sigman, 1986; lih.
Kozier, erb, 1991).
Setiap perawat harus dapat
mengintegrasikan dasar-dasar yang dimilikinya dalam membuat keputusan termasuk
agama, kepercayaan atau falsafah moral tertentu yang menyatakan hubungan
kebenaran atau kebaikan dengan keburukan. Beberapa orang membuat keputusan
dengan mempertimbangkan segi baik dan buruk dari keputusannya, ada pula yang
membuat keputusan berdasarkan pengalamannya (Ellis, Hartley, 1980).
1. Teori dasar
pembuatan keputusan Etis
a. Teleologi
Teleologi (berasal dari bahasa
Yunani telos, berarti akhir). Istilah teleo¬logi dan utilitarianisme sering digunakan
saling bergantian. Teleologi me¬rupakan suatu doktrin yang menjelaskan fenomena
berdasarkan akibat yang dihasilkan atau konsekuensi yang dapat terjadi.
Pendekatan ini sering disebut dengan ungkapan The end justifies the means atau
makna dari suatu tindakan ditentukan oleh hasil akhir yang terjadi. Teori ini
menekankan pada pencapaian hasil dengan kebaikan maksimal dan ketidakbaikan
sekecil mungkin bagi manusia (Kelly, 1987). Teori teleologi atau
utilitarianisme dapat dibedakan menjadi rule utili¬tarianisme dan act
utilitarianisme. Rule utilitarianisme berprinsip bahwa manfaat atau nilai suatu
tindakan tergantung pada sejauh mana tindakan tersebut memberikan kebaikan atau
kebahagiaan pada manusia. Act utilita¬rianisme bersifat lebih terbatas; tidak melibatkan
aturan umum tetapi berupaya menjelaskan pada suatu situasi tertentu, dengan
pertimbangan terhadap tindakan apa yang dapat memberikan kebaikan
sebanyak-banyaknya atau ketidakbaikan sekecil-kecilnya pada individu. Contoh
penerapan teori ini misalny a bayi-bayi yang lahir cacat lebih baik diizinkan
meninggal daripada nantinya menjadi beban di masyarakat.
b.
Deontologi (Formalisme)
Deontologi (berasal dari bahasa
Yunani deon, berarti tugas) berprinsip pada aksi atau tindakan. Menurut Kant,
benar atau salah bukan ditentukan oleh hasil akhir atau konsekuensi dari
suatu tindakan, melainkan oleh nilai moralnya. Dalam konteknya di sini
perhatian difokuskan pada tindakan melakukan tanggung jawab moral yang dapat
memberikan penentu apakah tindakan tersebut secara moral benar atau salah.
Kant berpendapat
prinsip-prinsip moral atau yang terkait dengan tugas harus bersifat universal,
tidak kondisional, dan imperatif. Kant percaya bahwa tindakan manusia secara
rasional tidak konsisten, kecuali bila aturan-aturan yang ditaati bersifat
universal, tidak kondisional, dan imperatif. Dua aturan yang diformulasi oleh
Kant meliputi: pertama, manusia harus selalu bertindak sehingga aturan yang
merupakan dasar berperilaku dapat menjadi suatu hukum moral universal. Kedua,
manusia harus tidak memperlakukan orang lain secara sederhana sebagai suatu
makna, tetapi selalu sebagai hasil akhir terhadap dirinya sendiri. Contoh
penerapan deontologi adalah seorang perawat yang yakin bahwa pasien harus
diberitahu tentang apa yang sebenarnya terjadi walaupun kenyataan tersebut
sangat menyakitkan. Contoh lain misalnya seorang perawat menolak membantu
pelaksanaan abortus karena keyakinan agamanya yang melarang tindakan membunuh.
Dalam menggunakan pendekatan
teori ini, perawat tidak menggunakan pertimbangan, misalnya seperti tindakan
abortus dilakukan untuk menyela-matkan nyawa ibu, karena setiap tindakan yang
mengakhiri hidup (dalam hal ini calon bayi) merupakan tindakan yang secara
moral buruk. Secara lebih luas, teori deontologi dikembangkan menjadi lima
prinsip penting; kemurahan hati, keadilan, otonomi, kejujuran, dan ketaatan.
2.
Kerangka dan strategi pembuatan keputusan etis.
Kemampuan
membuat keputusan masalah etis merupakan salah satu persyaratan bagi perawat
untuk menjalankan praktek keperawatan professional dan dalam membuat keputusan
etis perlu memperhatikan beberapa nilai dan kepercayaan pribadi, kode etik
keperawatan, konsep moral perawatan dan prinsip-prinsip etis.
Beberapa
kerangka pembuatan keputusan etis keperawatan dikembang¬kan dengan mengacu pada
kerangka pembuatan keputusan etika medis.
Beberapa kerangka disusun
berda¬sarkan posisi falsafah praktik keperawatan, sementara model-model lain
dikembangkan berdasarkan proses pemecahan masalah seperti yang diajarkan di
pendidikan keperawatan. Berikut ini merupakan contoh model yang dikembangkan
oleh Thompson dan Thompson dan model oleh Jameton. Metode Jameton dapat
digunakan untuk menyelesaikan permasalahan etika keperawatan yang berkaitan
dengan asuhan keperawatan pasien. Ke¬rangka Jameton, seperti yang ditulis oleh
Fry (1991), terdiri dari lima tahap:
a.
Identifikasi masalah.
b.
Perawat harus mengumpulkan data tambahan.
c.
Perawat harus memikirkan masalah etis secara berkesinambungan.
d.
Pembuat keputusan harus membuat keputusan.
e.
Tahap akhir adalah melakukan tindakan dan mengkaji keputusan dan hasil.
Sedangkan Pembuatan
keputusan/pemecahan dilema etik menurut, Kozier, erb (1989), adalah sebagai
berikut:
1)
Mengembangkan data dasar; untuk melakukan ini perawat memerlukan
pengumpulan informasi sebanyak mungkin, dan informasi tersebut meliputi: Orang
yang terlibat, Tindakan yang diusulkan, Maksud dari tindakan, dan konsekuensi
dari tindakan yang diusulkan.
2)
Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut
3)
Membuat tindakan alternative tentang rangkaian tindakan yang direncanakan
dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut
4)
Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil
keputusan yang tepat
5)
Mendefinisikan kewajiban perawat
6)
Membuat keputusan.
BAB
III
KASUS PEMICU
KASUS PEMICU
A. Aplikasi Konsep Etika dan Hukum
Keperawatan dalam Praktik Keperawatan
dengan kasus HIV / AIDS
Tn. F dibawa oleh keluarganya ke RSUD Raden Mattaher dengan
gejalandemam dan diare kurang lebih selama 6 hari. Berdasarkan hasil pengkajian
diruang IGD Tn F menderita sariawan sudah 3 bulan tidak sembuh-sembuh, dan
berat badannya turun secara berangsur-angsur. Berat badab Tn F sebelum sakit 50
kg selam 3 bulan terakhir ini badannya kurus dan telah turun 10 kg dari berat
badan semula. Tn F bekerja sebagai sopir truk yang sering pergi keluar kota
karena tuntutan kerjaan bahkan jarang pulang, kadang-kadang 2 minggu sekali
bahkan sebulan sekali.
Dari hasil pengkajian
tersebut Tn F diberikan terapi pemasagan infus oleh dokter, kemudian Tn F
disuruh dirawat diruangan penyakit dalam karena kondisi Tn F yang sudah sangat
lemas. Keesokan harinya dokter yang menangani Tn F melakukan visit kepada Tn
F,dan memberikan advice kepada perawatnya untuk dilakukan pemeriksaan
laboratorium dengan mengambil sampel darahnya. Tn F ingin tahu sekali tentang
penyakitnya setelah didapatkan hasil pemeriksaan. Sore harinya pukul 16.00 WIB
hasil pemeriksaan telah diterima oleh perawat tersebut dan telah dibaca oleh
dokternya. Hasil mengatakan bahwa Tn F positif terjangkit penyakit HIV/AIDS.
Kemudian perawat
tesebut memanggil keluarga Tn F untuk menghadap dokter yang menangani Tn F.
Bersama dokter dan ijin dokter tersebut, perawat menjelaskan tentang kondisi
pasien dan penyakitnya. Keluarga terlihat kaget dan bingung. Keluarga meminta kepada
dokter terutama perawat untuk tidak memberitahukan penyakit ini kepada Tn F.
Keluarga Tn F prustasi, dan tidak mau menerima kondisinya dan dikucilkan dari
masyarakat. Perawat tersebut mengalami dilemma etik dimana satu sisi dia harus
memenuhi permintaan keluarga namun disisi lain perawat tersebut harus
memberitahukan kondisi yang dialami oleh Tn F Karena itu hak pasien untuk
mendapatkan informasi.
BAB
IV
PEMBAHASAN
A.
Pengkajian
Nama
: Tn F
Umur
: 38 th
Suku
bangsa : kulit putih
Agama
: islam
Jenis
kelamin : laki-laki
Pekerjaan
: sopir truk
S.
perkawinan : kawin
B.
Diagnosa Data
Gejala
: demam dan dieare kurang lebih selama 6 hari.
Keluhan
: sariawan 3 bulan tidak sembuh-sembuh, berat badan turun berangsur-angsur.
Pemeriksaan
diagnosa :
1. Tes antiibodi serum : skrining
HIV.
2. Sel T-limfosit : penurunan
jumlah total.
3. Kadar Ig : umumnya
meningkat,terutama IgG dan IgA yang normal ataupun mendekati normal.
4. Tes PHS : pembungkusan hepatitis
B dan inti antibody, sifilis, CMV mungkin positif.
5. Budaya : histologis, pemeriksaan
sitologis urine, darah, feses, cariran spinal, luka, sputum, dan sekresi
mungkin dilakukan untuk mengidentifikasikan infeksi.
6. Pemeriksaan neurologis : mis,
EEG, MRI, skan CT otak.
7. Sinar x dada : mungkin normal
pada awAlnya atau menyatakan perkembangan infiltrasi intrestisial dari PCP.
8. Tes fungsi fulmunal : deteksi
awal pada pneumonomia intrestisial.
9. Scan gallium : pengambilan
difusi polmonal terjadi pada PCP dan bentuk-bentuk pneumonia lainnya.
C.
Tujuan dan Rencana Pemecahan
1.
Mencegah atau memperkecil infeksi
2.
Mempertahankan homoestatis
3.
Mengusahakan kenyamanan
4.
Memberikan penyesuaian psikososial
5. Memberikan informasi mengenai proses penyakit/
prognosis dan kebutuhan keperawatan.
D. Prinsip-prinsip etik
keperawatan
1. Memberikan penjelasan
yang respek kepada pasien dan tidak menyinggung pasien.
2. Memberikan informasi
kepada paien tentang apa yang dialami pasien.
3. Meemberikan keadilan
kepada pasien.
4. Tidak merugikan
pasien tidak menimbulkan bahasa fisikdan psikologis pada klien.
E. Evaluasi
AIDS (Acquired
Immunodeficiency Sindrome (AIDS) adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang
menyerang dan merusak system imun / kekebalan tubuh manusia. Sejak penyakit ini
pertama kali di akui di wilayah Afrika oleh Gottlieb pada tahun 1981, penyakit
mematikan ini terus menyebar ke hampir seluruh dunia. Berdasarkan laporan WHO
(2009), menyebutkan peningkatan jumlah penderita HIV/ AIDS sebanyak 33,4 juta
orang dengan estimasi 31,1-35,8 juta mengidap HIV/AIDS, munculnya
infeksi baru 2,7 juta orang dengan estimasi 2,4-3,0 juta orang dan kejadian
kematian berjumlah 2 juta orang dengan estimasi 1,7-2,4 juta orang. Penyebaran
kejadian, 97% berada diwilayah miskin yang didominasi oleh Negara Afrika, Asia,
dan wilayah Asi, amerika latin dan Negara- Negara berkembang dan Negara miskin
lainnya termasuklah Indonesia.
Etika
adalah aturan bertindak atau berperilaku dalam suatu masyarkat tertentu atau
dalam komunitas. Aturan ini biasanya bersifat turun temurun dari generasi ke
generasi serta tidak tertulis. Sedangkan hukum adalah aturan berperilaku dalam
masyarakat atau Negara yang ditentukan atau dibuat oleh para pemegang otoritas
atau oleh pemerintah Negara dan tertulis.Petugas kesehatan dalam melayani
masyarakat akan terikat pada etika dan hukum, atau etika dan hukum kesehatan.
Petugas kesehatan harus tunduk dan patuh pada etika profesi ( kode etik
profesi) dan juga tunduk kepada ketentuan hokum, peraturan, dan perundang-
undangan yang berlaku. Apabila melanggar etika maka akan mendapat sanksi berupa
sanksi “etike/ moral”, tetapi apabila melanggar hokum maka pelaku akan mendapat
sanksi hokum ( pidana atau perdata ). Kode etik profesi tersebut dibuat
untuk mengatur kewajiban dan hak dalam menjalankan tugasnya sebagai pemberi
asuhan keperawatan.
BAB
V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Etika profesi keperawatan merupakan
alat untuk mengukur perilaku moral dalam keperawatan. Dalam penyusunan alat
pengukur ini, keputusan diambil berdasarkan kode etik sebagai standar yang
mengukur dan mengevaluasi perilaku moral perawat.
Adapun permasalahan
etik yang yang sering muncul banyak sekali, seperti berkata tidak jujur
(bohong), abortus, menghentikan pengobatan, penghentian pemberian makanan dan
cairan, euthanasia, transplantasi organ serta beberpa permasalahan etik yang
langsung berkaitan dengan praktek keperawatan, seperti: evaluasi diri dan
kelompok, tanggung jawab terhadap peralatan dan barang, memberikan rekomendasi
pasien pad dokter, menghadapi asuhan keperawatan yang buruk, masalah peran
merawat dan mengobati (Prihardjo, 1995).
Prinsip-prinsip Etika
Keperawatan terdiri dari 8 aspek, yaitu otonom, berbuat baik, keadilan, tidak
merugikan, kejujuran, menepati janji, kerahasiaan, dan akuntabilitas. Berbagai masalah hukum dalam praktik
keperawatan telah diidentifikasi oleh para ahli meliputi : menandatangani
pernyataan hukum, format persetujuan (Consent), report, pencatatan, pengawasan
penggunaan obat, abortus dan kehamilan diluar secara alami, kontraversi aborsi,
dan kematian dan masalah yang terkait.
Mencegah masalah hukum dan etika yang terkait
dengan pelayanan keperawatan meliputi 3 strategi, yaitu strategi penyelesaian
masalah hukum, strategi penyelesaian masalah etik, dan pembuatan keputusan
dalam dilemma etik.
B. Saran
Mengingat pelaksanaan penulisan makalah ini baru berjalan sepekan
sehingga hasil yang diperoleh belum maksimal. Oleh karena itu, disarankan
kepada penulis untuk dapat melengkapi
informasi tentang etika dan hokum keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Wulan,
kencana dan Hastuti.2011. Pengantar Etika Keperawatan. Jakarta:
PT.Prestasi
pustakaraya.
Mimin,
Suhaimin. 2003. Etika Keperawatan dalam Praktik Keperawatan. Jakarta:
EGC.
Ismani, N. 2001. Etika keperawatan. Jakarta: Widya Medika.
Potter,
P. A., Buku Ajar Fundamental: Konsep
Proses dan Praktik. Alih Bahasa, Yasmin
Asih, Edisi 4, Jakarta, EGC, 2005.
Kusnanto.
Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan
Profesional. Jakarta, 2003.
Ali.
2004. Dasar-dasar Keperawatan Profesional.
Jakarta: Widya Medika.
Hidayat,
Aziz Alimul. 2004. Pengantar Konsep Dasar
Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar