Sabtu, 10 November 2012

Etika dan Hukum Keperawatan

BAB  I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keperawatan merupakan salah satu profesi yang mempunyai bidang garap pada kesejahtraan manusia yaitu dengan memberikan bantuan kepada individu yang sehat maupun yang sakit untuk dapat menjalankan fungsi hidup sehari-hariya. Salah satu yang mengatur hubungan antara perawat pasien adalah etika. Etika diperlukan oleh semua profesi termasuk juga keperawatan yang mendasari prinsip-prinsip suatu profesi dan tercermin dalam standar praktek profesional (Doheny et all, 1982).
Etika adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi perlaku seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang dilakukan seseorang dan merupakan suatu kewajiban dan tanggungjawanb moral (Nila Ismani, 2001).
Hukum adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama; atau keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Berkembang di dalam masyarakat dalam kehendak, merupakan sistem peraturan, sistem asas-asas, mengandung pesan kultural karena tumbuh dan berkembang bersama masyarakat (Mertkusumo S).
Tujuan adanya etika dan hukum keperawatan adalah untuk memberikan gambaran kepada penulis tentang etika dan hukum keperawatan dan cara penanganannya menurut konsep ilmu. Etika dan hukum keperawatan memberikan gambaran tentang apa yang harus dilakukan dan kesulitan – kesulitan yang akan dihadapi saat penulisan makalah. Dengan etika dan hukum keperawatan, seorang penulis mampu mengambil sikap dan keputusan yang tepat dalam mengatasi masalah penulisan makalah. Oleh karena itu, makalah ini akan membahas tentang etika dan hukum keperawatan.
Berdasarkan ketertarikan penulis terhadap etika dan hukum keperawatan, maka lahirlah makalah yang berjudul “ Etika dan Hukum Keperawatan “.
B. Tujuan Penulisan
            Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penulisan ini adalah :
1. Mengetahui tujuan etika keperawatan.
2. Mengetahui masalah etika dalam praktik keperawatan.
3. Mengetahui prinsip-prinsip etika keperawatan.
4. Mengetahui pengertian hokum kesehatan dan keperawatan.
5. Mengetahui fungsi hokum dalam pelayanan keperawatan.
6. Mengetahui PPNI dan Pengesahan Undang-undang praktik keperawatan.
7. Mengetahui Undang-undang praktik keperawatan dinegara tetangga.
8.Mengetahui Undang-undang dalam praktik keperawatan.
9. Mengetahui tujuan undang-undang praktik keperawatan.
10. Mengetahui masalah hukum dalam praktik keperawatan.
11. Mengetahui mencegah masalah  hukum  dan etika yang terkait dengan pelayanan
    keperawatan.
C. Manfaat Penulisan
            Hasil pelaksanaan penulisan makalah ini akan memberi manfaat yang berarti bagi mahasiswa dan instansi, diantaranya adalah :
            1. Bagi Mahasiswa
Penulisan makalah ini bermanfaat bagi mahasiswa dalam memberikan informasi kepada mahasiswa yang belum mengetahui tentang etika dan hukum keperawatan.
2.  Bagi Instansi
Dengan penulisan makalah ini, akan memberikan manfaat bagi instansi sebagai media informasi pembelajaran yang dapat membantu dalam proses belajar mengajar serta penambah wawasan informasi dalam materi pembelajaran blok II.





















BAB  II
ISI DAN TEORITIS

A. Tujuan Etika Keperawatan
            Etika profesi keperawatan merupakan alat untuk mengukur perilaku moral dalam keperawatan. Dalam penyusunan alat pengukur ini, keputusan diambil berdasarkan kode etik sebagai standar yang mengukur dan mengevaluasi perilaku moral perawat.
            Menurut American Ethics Commission Bureau on Teaching, tujuan etika keperawatan adalah mampu :
1. Mengenal dan mengidentifikasi unsur norma dalam praktek keperawatan.
2. Membentuk strategi atau cara dan menganalisis masalah norma yang terjadi dalam praktek keperawatan.
3. Menghubungakn prinsip moral atau pelajaran yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan pada diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan kepada Tuhan, sesuai dengan kepercayaan.
            Perawat membutuhkan kemampuan untuk menghungkan dan mempertimbangkan peran prinsipmoralitas, yaitu keyakinannya terhadap tindakan yang dihubungkan ajaran agama dan perintah tuhan dalam :
1. Pelaksanaan kode perilaku yang disepakati oleh kelompok profesi, perawat sendiri, maupun masyarakat.
2. Cara mengambil keputusan yang didasari oleh sikap kebiasaan dan pandangan (hal yang dianggap benar). Menurut veatch, yang mengambil keputusan tentang etika profesi keperawatan adalah perawat sendiri, tenaga kesehatan lainya; dan etika yang berhubungan dengan pelayanan keperawatan ialah masyarakat/orang awam yang menggunakan ukuran dan nilai umum sesuai dengan tuntutan masyarakat.
Menurut nasional league for nursing (NLN [pusat pendidikan keperawatan milik perhimpunan perawat amerika] ),pendidikan keperawatan bertujuan:
1. Meningkatkan pengertian peserta didik tentang hubungan antarprofesi kesehatan lain dan mengerti tentang peran dan fungsi anggota tim kesehatan tersebut
2. Mengembangkan potensi pengambilan keputusan yang bersifat moralitas, keputusan tentang baik dan buruk yang akan pertanggung jawabkan kepada tuhan sesuai dengan kepercayaannya.
3. Mengembangkan sifat pribadi dan sikap prefesional peserta didik.
4. Mengembangkan pengetahuan  dan keterampilan yang penting untuk dasar praktik keperawatan prefesional. Diakui bahwa pengembangan keterampilan ini dilema etika, artinya konflik yang dialami, yang memerlukan pengambilan keputusan yang baik dan benar dipandang dari sudut profesi, kemanusiaan, kemasyarakatan, kesehatan dan keperawatan.
5. Memberi kesempatan kepada peserta didik menerapkan ilmu dan prinsip etika keperawatan dan dalam situasi nyata.
Pendidikan etika sangat penting dalam pendidikan keperawatan yang berfungsi untuk meningkatkan kemampuan peserta didik tentang perbedaan  nilai, norma yang timbul dalam keputusan keperawatan. Namun, etika keperawatan tidak cukup hanya diajarkan, tetapi harus ditanamkan dan diyakinin oleh peserta didik melalui pembinaan, tidak saja dipendidikan, tetapi dalam lingkungan pekerjaan dan lingkungan profesi.
B. Masalah Etika dalam Praktik Keperawatan
Pada bagian ini masalah etika keperawatan lebih khusus yang dapat ditemui dalam praktik keperawatan, sesuai dengan yang diuraikan oleh Elis, Hartley (1980), yang meliputi self-evaluation (evaluasi diri), evaluasi kelompok, tanggung jawab terhadap peralatan dan barang, merekomendasikan klien pada dokter, menghadapi asuhan keperawatan yang buruk, serta masalah peran merawat dan mengobati (Sciortino, 1991).
Adapun permasalahan etik yang yang sering muncul banyak sekali, seperti berkata tidak jujur (bohong), abortus, menghentikan pengobatan, penghentian pemberian makanan dan cairan, euthanasia, transplantasi organ serta beberpa permasalahan etik yang langsung berkaitan dengan praktek keperawatan, seperti: evaluasi diri dan kelompok, tanggung jawab terhadap peralatan dan barang, memberikan rekomendasi pasien pad dokter, menghadapi asuhan keperawatan yang buruk, masalah peran merawat dan mengobati (Prihardjo, 1995).
Disini akan dibahas sekilas beberapa hal yang berikaitan dengan masalah etik yang berkaitan langsung pada praktik keperawatan, yaitu :
1. Konflik Etik antara Teman Sejawat
Keperawatan pada dasarnya ditujukan untuk membantu pencapaian kesejahteraan pasien. Untuk dapat menilai pemenuhan kesejahteraan pasien, maka perawat harus mampu mengenal/tanggap bila ada asuhan keperawatan yang buruk dan tidak bijak, serta berupaya untuk mengubah keadaan tersebut. Kondisi inilah yang sering sering kali menimbulkan konflik antara perawat sebagai pelaku asuhan keperawatan dan juga terhadap teman sejawat. Dilain pihak perawat harus menjaga nama baik antara teman sejawat, tetapi bila ada teman sejawat yang melakukan pelanggaran atau dilema etik hal inilah yang perlu diselesaikan dengan bijaksana.


2. Menghadapi Penolakan Pasien terhadap Tindakan Keperawatan
Masalah ini sering juga terjadi, apalagi pada saat ini banyak bentuk-bentuk pengobatan sebagai alternative tindakan. Dan berkembangnya tehnologi yang memungkinkan orang untuk mencari jalan sesuai dengan kondisinya. Penolakan pasien menerima pengobatan dapat saja terjadi dan dipengaruhi oleh beberapa factor, seperti pengetahuan, tuntutan untuk dapat sembuh cepat, keuangan, social dan lain-lain. Penolakan atas pengobatan dan tindakan asuhan keperawatan merupakan hak pasien dan merupakan hak outonmy pasien, pasien berhak memilih, menolak segala bentuk tindakan yang mereka anggap tidak sesuai dengan dirinnya, yang perlu dilakukan oleh perawat adalah menfasilitasi kondisi ini sehingga tidak terjadi konflik sehingga menimbulkan masalah-masalah lain yang lebih tidak etis.
3. Masalah antara peran merawat dan mengobati
Berbagai teori telah dijelaskan bahwa secara formal peran perawat adalah memberikan asuhan keperawatan, tetapi dengan adanya berbagai factor sering kali peran ini menjadai kabur dengan peran mengobati. Masalah antara peran sebagai perawat yang memberikan asuhan keperawatan dan sebagai tenaga kesehatan yang melakuka pengobatan banyak terjadi di Indonesia, terutama oleh perawat yang ada didaerah perifer (puskesmas) sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Dari hasil penelitian, Sciortio (1992) menyatakan bahwa pertentangan antara peran formal perawat dan pada kenyataan dilapangan sering timbul dan ini bukan saja masalah Nasional seperti di Indonesia, tetapi juga terjadi di Negara-negara lain.Walaupun tidak diketahui oleh pemerintah, pertentangan ini mempunyai implikasi besar. Antara pengetahuan perawat yang berhubungan dengan asuhan keperawatan yang kurang dan juga kurang aturan-aturan yang jelas sebagai bentuk perlindungan hukum para pelaku asuhan keperawatan hal inisemakin tidak jelas penyelesaiannya.
4. Berkata Jujur atau Tidak jujur
Didalam memberikan asuhan keperawatan langsung sering kali perawat tidak merasa bahwa, saat itu perawat berkata tidak jujur. Padahal yang dilakukan perawat adalah benar (jujur) sesuai kaedah asuhan keperawatan.
Sebagai contoh: sering terjadi pada pasien yang terminal, saat perawat ditanya oleh pasien berkaitan dengan kondisinya, perawat sering menjawab “tidak apa-apa ibu/bapak, bapak/ibu akan baik,  suntikan ini tidak sakit”. Dengan bermaksud untuk menyenangkan pasien karena tidak mau pasiennya sedih karena kondisinya dan tidak mau pasien takut akan suntikan yang diberikan, tetapi didalam kondisi tersebut perawat telah mengalami dilema etik. Bila perawat berkata jujur akan membuat sedih dan menurunkan motivasi pasien dan bila berkata tidak jujur, perawat melanggar hak pasien.
5. Tanggung Jawab Terhadap Peralatan dan Barang
Dalam bahasa Indonesia dikenal istilah menguntil atau pilfering, yang berarti mencuri barang-barang sepele/kecil. Sebagai contoh: ada pasien yang sudah meninggal dan setalah pasien meninggal ada barang-barang berupa obat-obatan sisa yang belum dipakai pasien, perawat dengan seenaknya membereskan obat-obatan tersebut dan memasukan dalam inventarisasi ruangan tanpa seijin keluarga pasien.
Hal ini sering terjadi karena perawat merasa obat-obatan tersebut tidak ada artinya bagi pasien, memang benar tidak artinya bagi pasien tetapi bagi keluarga kemungkinan hal itu lain. Yang penting pada kondisi ini adalah komunikasi dan informai yang jelas terhadap keluarga pasien dan ijin dari keluarga pasien itu merupakan hal yang sangat penting, Karena walaupun bagaimana keluarga harus tahu secara pasti untuk apa obat itu diambil.
Perawat harus dapat memberikan penjelasan pada keluarga dan orang lain bahwa menggambil barang yang seperti kejadian diatas tidak etis dan tidak dibenarkan karena setiap tenaga kesehatan mempunyai tanggung jawab terhadap peralatan dan barang ditempat kerja.
C. Prinsip-prinsip Etika Keperawatan
            1. Otonomi
Prinsip otonomi merupakan bentuk resfek terhadap seseorang atau dipandang sebagai persetujuan tanpa paksaan dan bertindak secara rasional.
Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri.
            2.  Berbuat Baik
            Berbuat baik berarti hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan memerlukan pencegahan kesalahan atau kejahatan, dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain.
            3. Keadilan
            Keadilan dibutuhkan demi tercapainya derajat dan keadilan terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan.
            4. Tidak Merugikan
            Prinsip tidak merugikan ini mengandung arti tidak meninbulkan bahasa  fisik dan psikologis pada klien.
            5. Kejujuran
            Prinsip kejujuran artinya penuh kebenaran yang berhubungan dengan kemampuan seseorang mengatakan kebenaran.
            6. Menepati Janji
            Prinsip menepati janji dibutuhkan individuuntuk menghargai janji dan komitmennya terhadap orang lain.
            7. Kerahasiaan
            Prinsip kerahasiaan adalah bahwa informasi tentang klien harus dijaga sunguh-sunguh sebab merupakan sesuatu yang privasi.
            8. Akuntabilitas
            Akuntabilitas merupakan standar pasti bahwa tindakan seseorang yang profesional harus dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.
D. Pengertian Hukum Kesehatan dan Keperawatan
Hukum kesehatan adalah semua peraturan hukum yang berhubungan langsung pada pelayanan kesehatan dan penerapannya pada hukum perdata, hukum administrasi dan hukum pidana (UU Kesehatan No. 23 tahun 1992). 
Hukum kesehatan adalah kumpulan peraturan yang berkaitan langsung dengan pemberian perawatan dan juga penerapannya kepada hukum perdata, hukum pidana dan hukum administrasi (Prot. Van der Miju).
E. Fungsi Hukum dalam pelayanan keperawatan
1. Memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawata
2. Membedakan tanggung jawab dengan profesi yang lain
3. Membantu mempertahankan standar praktek keperawatan dengan meletakkan posisi perawat memiliki akuntabilitas di bawah hokum

F. PPNI dan Pengesahan Undang- Undang praktik Keperawatan.
Dalam peringatan Hari Perawat Sedunia ini yang jatuh tanggal 12 mei, Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) lebih mendorong disahkannya Undang-Undang Praktik Keperawatan. Hal ini karena:
1)     Keperawatan sebagai profesi memiliki karateristik yaitu, adanya kelompok pengetahuan (body of knowledge) yang melandasi keterampilan untuk menyelesaikan masalah dalam tatanan praktik keperawatan; pendidikan yang memenuhi standar dan diselenggarakan di Perguruan Tinggi; pengendalian terhadap standar praktik; bertanggungjawab dan bertanggungugat terhadap tindakan yang dilakukan; memilih profesi keperawatan sebagai karir seumur hidup, dan; memperoleh pengakuan masyarakat karena fungsi mandiri dan kewenangan penuh untuk melakukan pelayanan dan asuhan keperawatan yang beriorientasi pada kebutuhan sistem klien (individu, keluarga,kelompok dan komunitas).
2)     Kewenangan penuh untuk bekerja sesuai dengan keilmuan keperawatan yang dipelajari dalam suatu sistem pendidikan keperawatan yang formal dan terstandar menuntut perawat untuk akuntabel terhadap keputusan dan tindakan yang dilakukannya. Kewenangan yang dimiliki berimplikasi terhadap kesediaan untuk digugat, apabila perawat tidak bekerja sesuai standar dan kode etik. Oleh karena itu, perlu diatur sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi yang ditetapkan dengan peraturan dan perundang-undangan. Sistem ini akan melindungi masyarakat dari praktik perawat yang tidak kompeten, karena Konsil Keperawatan Indonesia yang kelak ditetapkan dalam Undang Undang Praktik Keperawatan akan menjalankan fungsinya. Konsil Keperawatan melalui uji kompetensi akan membatasi pemberian kewenangan melaksanakan praktik keperawatan hanya bagi perawat yang mempunyai pengetahuan yang dipersyaratkan untuk praktik. Sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi ini akan meyakinkan masyarakat bahwa perawat yang melakukan praktik keperawatan mempunyai pengetahuan yang diperlukan untuk bekerja sesuai standar.
3)      Perawat telah memberikan konstribusi besar dalam peningkatan derajat kesehatan. Perawat berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan pemerintah dan swasta, dari perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan perbatasan. Tetapi pengabdian tersebut pada kenyataannya belum diimbangi dengan pemberian perlindungan hukum, bahkan cenderung menjadi objek hukum. Perawat juga memiliki kompetensi keilmuan, sikap rasional, etis dan profesional, semangat pengabdian yang tinggi, berdisiplin, kreatif, terampil, berbudi luhur dan dapat memegang teguh etika profesi. Disamping itu, Undang-Undang ini memiliki tujuan, lingkup profesi yang jelas, kemutlakan profesi, kepentingan bersama berbagai pihak (masyarakat, profesi, pemerintah dan pihak terkait lainnya), keterwakilan yang seimbang, optimalisasi profesi, fleksibilitas, efisiensi dan keselarasan, universal, keadilan, serta kesetaraan dan kesesuaian interprofesional (WHO, 2002).
4)     Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan semakin meningkat. Hal ini karena adanya pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan, dari model medikal yang menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan pengobatan, ke paradigma sehat yang lebih holistik yang melihat penyakit dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai fokus pelayanan (Cohen, 1996). Disamping itu, masyarakat membutuhkan pelayanan keperawatan yang mudah dijangkau, pelayanan keperawatan yang bermutu sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan, dan memperoleh kepastian hukum kepada pemberian dan penyelenggaraan pelayanan keperawatan.
G. Undang- Undang praktik Keperawatan di Negara Tetangga
            Negara-negara ASEAN seperti Philippines, Thailand, Singapore, Malaysia, sudah memiliki Undang Undang Praktik Keperawatan (Nursing Practice Acts) sejak puluhan tahun yang lalu. Mereka siap untuk melindungi masyarakatnya dan lebih siap untuk menghadapi globalisasi perawat asing yang masuk ke negaranya dan perawatnya bekerja di negara lain. Ketika penandatanganan Mutual Recognition Arrangement di Philippines tahun 2006, posisi Indonesia, bersama dengan Vietnam, Laos dan Myanmar, yang belum memiliki Konsil Keperawatan. Semoga apa yang dilakukan oleh PPNI dapat mengangkat derajad bangsa ini dengan negara lain, khususnya dalam pelayanan kesehatan.
Perawat telah memberi konstribusi yang cukup besar dalam pemberian pelayanan kesehatan, akan tetapi belum mendapat pengimbangan dari perlindungan hukum, bahkan sering menjadi objek dalam masalah hukum. Dan yang menjadi pertanyaan ”kemana hak dan jasa untuk profesi keperawatan?“.
Pengembangan kesehatan masyarakat di Indonesia yang telah dijalankan selama ini masih memperlihatkan adanya ketidaksesuaian antara pendekatan pembangunan kesehatan masyarakat dengan tanggapan masyarakat, manfaat yang diperoleh masyarakat, dan partisipasi masyarakat yang diharapkan. Meskipun di dalam Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan telah ditegaskan bahwa tujuan pembangunan kesehatan masyarakat salah satunya adalah meningkatkan kemandirian masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya. Oleh karena itu pemerintah maupun pihak-pihak yang memiliki perhatian cukup besar terhadap pembangunan kesehatan masyarakat –termasuk perawat spesialis komunitas— perlu mencoba mencari terobosan yang kreatif agar program-program tersebut dapat dilaksanakan secara optimal dan berkesinambungan.

           Salah satu intervensi keperawatan komunitas di Indonesia yang belum banyak digali adalah kemampuan perawat spesialis komunitas dalam membangun jejaring kemitraan di masyarakat. Padahal, membina hubungan dan bekerja sama dengan elemen lain dalam masyarakat merupakan salah satu pendekatan yang memiliki pengaruh signifikan pada keberhasilan program pengembangan kesehatan masyarakat (Kahan & Goodstadt, 2001). Pada bagian lain Ervin (2002) menegaskan bahwa perawat spesialis komunitas memiliki tugas yang sangat penting untuk membangun dan membina kemitraan dengan anggota masyarakat. Bahkan Ervin mengatakan bahwa kemitraan merupakan tujuan utama dalam konsep masyarakat sebagai sebuah sumber daya yang perlu dioptimalkan (community-as-resource), dimana perawat spesialis komunitas harus memiliki ketrampilan memahami dan bekerja bersama anggota masyarakat dalam menciptakan perubahan di masyarakat.
H. Undang-undang dalam Praktik Keperawatan
1. UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan
UU No. 9 tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan. Bab II (Tugas Pemerintah), pasal 10 antara lain menyebutkan bahwa pemerintah mengatur kedudukan hukum, wewenang dan kesanggupan hukum.
2. UU No. 6 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan.
UU ini membedakan tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana. Tenaga sarjana meliputi dokter, dokter gigi dan apoteker. Tenaga perawat termasuk dalam tenaga bukan sarjana, termasuk bidan dan asisten farmasi dimana dalam menjalankan tugas dibawah pengawasan dokter, dokter gigi dan apoteker. Pada keadaan tertentu kepada tenaga pendidikan rendah dapat diberikan kewenangan terbatas untuk menjalankan pekerjaannya tanpa pengawasan langsung.
3. UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan
UU Kesehatan No. 14 tahun 1964, tentang Wajib Kerja Paramedis. Pada pasal 2, ayat (3)dijelaskan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda, menengah dan rendah wajib menjalankan wajib kerja pada pemerintah selama 3 tahun.
Yang perlu diperhatikan bahwa dalam UU ini, lagi posisi perawat dinyatakan sebagai tenaga kerja pembantu bagi tenaga kesehatan akademis, sehingga dari aspek profesionalisasian, perawat rasanya masih jauh dari kewenangan tanggung jawab terhadap pelayanannya sendiri.
4. UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan
SK Menkes No. 262/Per/VII/1979 tahun 1979. Membedakan paramedis menjadi dua golongan yaitu paramedis keperawatan (temasuk bidan) dan paramedis non keperawatan. Dari aspek hukum, suatu hal yang perlu dicatat disini bahwa tenaga bidan tidak lagi terpisah tetapi juga termasuk katagori tenaga keperawatan.
5. UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan
Permenkes. No. 363/Menkes/Per/XX/1980 tahun 1980. Pemerintah membuat suatu pernyataan yang jelas perbedaan antara tenaga keperawaan dan bidan. Bidan seperti halnya dokter, diijinkan mengadakan praktik swasta, sedangkan tenaga keperawatan secara resmi tidak diijinkan. Peraturan ini boleh dikatakan kurang relevan atau adil bagi profesi keperawatan. Kita ketahui negara lain perawat diijinkan membuka praktik swasta.
6. UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan
SK Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 94/Menpan/1986, tanggal 4 November 1986, tentang jabatan fungsional tenaga keperawatan dan sistem kredit point.
Dalam sistem ini dijelaskan bahwa tenaga keperawatan dapat naik jabatannya atau naik pangkatnya setiap dua tahun bila memenuhi angka kredit tertentu. Sistem ini menguntungkan perawat, karena dapat naik pangkatnya dan tidak tergantung kepada pangkat/golongan atasannya
7. UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan
1. UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992, merupakan UU yang banyak memberi kesempatan bagi perkembangan termasuk praktik keperawatan profesional karena dalam UU ini dinyatakan tentang standar praktik, hak-hak pasien, kewenangan,maupun perlindungan hukum bagi profesi kesehatan termasuk keperawatan.
2. Beberapa pernyataaan UU Kes. No. 23 Th. 1992 yang dapat dipakai sebagai acuan pembuatan UU Praktik Keperawatan adalah :
3. Pasal 53 ayat 4 menyebutkan bahwa ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak pasien ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
4. Pasal 50 ayat 1 menyatakan bahwa tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melaksanakan kegiatan sesuai dengan bidang keahlian dan kewenangannya
5. Pasal 53 ayat 4 menyatakan tentang hak untuk mendapat perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan. Namun kenyataannya sampai sekarang UU praktek keperawatan belum juga disahkan.
I. Tujuan Undang- Undang praktek Keperawatan :
1. Tujuan utama
Memberikan landasan hukum terhadap praktik keperawatan untuk melindungi baik masyarakat maupun perawa
2. Tujuan Khusus
a. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan kesehatan yang diberikan oleh perawat.
b. Melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan perawat.
c. Menetapkan standar pelayanan keperawatan
d. Menapis ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan
e. Menilai boleh tidaknya perawat untuk menjalankan praktik keperawatan
f. Menilai ada tidaknya kesalahan dan atau kelalaian yang dilakukan perawat dalam memberi pelayanan.
J. Masalah Hukum dalam Praktik Keperawatan
                   Berbagai masalah hukum dalam praktik keperawatan telah diidentifikasi oleh para ahli. Beberapa masalah yang dibahas secara singkat disini meliputi :


1. Menandatangani Pernyataan Hukum
            Perawat seringkali diminta menandatangi atau diminta untuk sebagai saksi. Dalam hal ini perawat hendaknya tidak membuat pernyataan yang dapat diinterprestasikan menghilangkan pengaruh. Dalam kaitan dengan kesaksian perawat disarankan mengacu pada kebijakan rumah sakit atau kebijakan dari atasan.
2. Format Persetujuan (Consent)
            Berbagai format persetujuan disediakan oleh institusi pelayanan dalam bentuk yang cukup bervariasi. Beberapa rumah sakit memberikan format persetujuan pada awal pasien masuk rumah sakit yang mengandung pernyataan kesanggupan pasien untuk dirawat dan menjalani pengobatan. Bentuk persetujuan lain adalah format persetujuan operasi. Perawat dalam proses persetujuan ini biasanya berperan sebagai saksi. Sebelum informasi dari dokter ahli bedah atau perawat tentang tindakan yang akan dilakukan beserta resikonya.
3. Report
            Setiap kali perawat menemukan suatu kecelakaan baik yang mengenai pasien, pengunjung maupun petugas kesehatan, perawat harus segera membuat suatu laporan tertulis yang disebut incident report. Dalam situasi klinik, kecelakaan sering terjadi misalnya pasien jatuh dari kamar mandi, jarinya terpotong oleh alat sewaktu melakuakan pengobatan, kesalahan memberikan obat dan lain-lain.
            Dalam setiap kecelakaan, maka dokter harus segera diberi tahu.
Beberapa rumah sakit telah menyediakan format untuk keperluan ini. Bila format tidak ada maka kejadian dapat ditulis tanpa menggunakan format buku. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pencatatan incident report antara lain :
a. tulis kejadian sesuai apa adanya
b. tulis tindakan yang anda lakukan
c. tulis nama dan tanda tangan anda dengan jelas
d. sebutkan waktu kejadian ditemukan
4. Pencatatan
            Pencatatan merupakan kegiatan sehari-hari yang tidak lepas dari asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat. Pencatatan merupakan salah satu komponen yang penting yang memberikan sumber kesaksian hukum. Betapapun mahirnya keterampilan anda dalam memberikan perawatan, jika tidak dicatat atau dicatat tetapi tida lengkap, tidak dapat membantu dalam persidangan. Setiap selesai melakukan suatu tindakan maka perawat harus segera mencatat secara jelas tindkan yang dilakukan dan respon pasien terhadap tindakan serta mencantumkan waktu tindakan diberikan dan tanda tangan yang memberikan tindakan.
5. Pengawasan Penggunaan Obat
            Pemerintah Indonesia telah mengatur pengedaran dan penggunaan obat. Obat ada yang dapat dibeli secara bebas dan ada pula yang dibeli harus dengan resep dokter. Obat-obat tersebut misalnya narkotik disimpan disimpan ditempat yang aman dan terkunci dan hanya oprang-orang yang berwenang yang dapat mengeluarkannya. Untuk secara hukum hanya dapat diterima dalam pengeluaran dan penggunaan obat golongan nartkotik ini, perawat harus selalu memperhatikan prosedur dan pncatatan yang benar.
6. Abortus Dan Kehamilan Diluar Secara Alami
            Abortus merupakan pengeluaran awal fetus pada periode gestasi sehingga fetus tidak mempunya kekuatan untuk bertahan hidup. Abortus merupakan tindakan pemusnahan yang melanggar hukum, atau menyebabkan lahir prematur fetus manusia sebelum masa lahir secara alami.
            Abortus telah menjadi masalah internasional dan berbagai pendapat telah diajukan baik yang menyetujui maupun yang menentang. Factor-faktor yang mendorong abortus antara lain karena :
a. Pemerkosaan
b. Pria tidak bertanggung jawab
c. Demi kesehatan mental
d. Kesehatan tubuh
e. Tidak mampu merawat bayi
f. Usia remaja
g. Masih sekolah
h. Ekonomi
(KR, 1994)
            Yang dimaksud dengan kelahiran yang diluar secara alami meliputi kelahiran yang diperoleh dengan tidak melalui hubungan intim suami istri sebagai mana mestinya. Misalnya melalui fertilisasi invirto (bayi tabung).
7. Kontroversi Aborsi
            Aborsi di Indonesia masih merupakan perbuatan yang secara jelas dilarang, terkecuali jika ada indikasi medis tertentu yang mengakibatkan terancamnya hidup dari sang Ibu. Di dunia Internasional sendiri dikenal dua kelompok besar yaitu pro life (yang menentang aborsi) dan pro choice (yang tidak menentang aborsi) berikut dengan berbagai argumentasi yang melatarbelakanginya.
            Di Indonesia sendiri, meski aborsi dilarang, namun tetap banyak perempuan-perempuan yang melakukan aborsi. Baik dilakukan berdasarkan indikasi medis tertentu maupun indikasi non medis.
            Dalam aborsi, kami cenderung melihatnya dari sisi non moral, karena problem moral haruslah diletakkan dalam koridor moral semata dan tentu bukan dalam koridor moral yang dimasukkan unsur-unsur hukum. Beberapa contoh bagaimana terkadang moral dan hukum, dalam pandangannya, tidak mampu untuk menjawab persoalan persoalan ini.
            Contoh A: Seorang perempuan yang diperkosa ternyata mendapatkan kehamilan yang tidak dia inginkan. Perempuan ini merupakan korban perkosaan dalam terminologi adanya kekuatan yang melakukan pembersihan etnis dimana dia adalah salah satu etnis yang hendak disapu bersih.
            Contoh B: Seorang perempuan yang diperkosa ternyata mendapatkan kehamilan yang tidak dia inginkan. Perempuan ini merupakan korban perkosaan dalam konteks kejahatan dalam keluarga.
            Contoh C: Seorang perempuan yang diperkosa ternyata mendapatkan kehamilan yang tidak dia inginkan. Perempuan ini merupakan korban perkosaan dalam konteks kejahatan di lingkungan kerja. Dia sendiri sudah bersuami dan memiliki anak-anak yang baik dan lucu-lucu
            Contoh D: Seorang perempuan yang diperkosa ternyata mendapatkan kehamilan yang tidak dia inginkan. Perempuan ini merupakan korban perkosaan dalam konteks kejahatan biasa. Dia diperkosa karena ada perampok yang memasuki rumahnya.
            Contoh E: Seorang perempuan yang hendak melangsungkan perkawinan, ternyata telah hamil sebelum perkawinannya berlangsung. Sementara calon suaminya sendiri kabur entah kemana dan tak dapat dilacak kembali
Jika perempuan-perempuan ini diharuskan memelihara kehamilannya, kami yakin dia akan menanggung beban psikologis yang berat dan melahirkan anak yang tidak diinginkan akan merupakan beban dan pukulan kedua yang berat bagi mereka. Dan bisa jadi anak yang dilahirkannya malah tidak diurus dengan baik, baik oleh dirinya maupun keluarganya. Kalau sudah begini terjadi lingkaran kekerasan yang tak ada habisnya
8. Kematian dan Masalah yang Terkait
            Masalah hukum yang berkaitan denagn kematian antara lain meliputi pernyataan kematian, bedah mayat/otopsi dan donor organ. Kematian dinyatakan oleh dokter dan ditulis secara sah dalam surat pernyataan kematian.
            Surat pernyataan ini biasanya dibuat beberapa rangkap dan keluarga mendapat satu lembar untuk digunakan sebagai dasar pemberitahuan kepada kerabat serta keperluan ansuransi. Pada keadaan tertentu misalnya untuk keperluan keperluan peradilan, dapat dilakukan bedah mayat pada orang yang telah meninggal.
K. Mencegah Masalah  Hukum  dan Etika yang Terkait dengan Pelayanan
    Keperawatan
            1. Strategi Penyelesaian Masalah Hukum
            Malpraktik masih menjadi topik dalam dunia kesehatan. Berbagai praktik kesehatan termasuk keperawatan ini sudah diarahkan untuk mencegah terjadinya malpraktik. Berbagai UU praktik kesehatan telah mulai diupayakan untuk memberikan arahan bagi praktik professional dan perlindungan bagi praktik kesehatan. Peradilan profesi semakin banyak dibicarakan bagi pemikir hukum kesehatan (misalnya PERHUKI dan pemerintah) yang nantinya dapat memberikan pengayoman hukum bagi tenaga kesehatan dan bagi masyarakat.
Masalah hukum memang merupakan hal yang kompleks karena menyangkut nasib manusia. Menanggapi hal ini kita jadi ingat slogan lama “mencegah lebih baik dari pada mengobati”. Kiranya mencegah masalah hukum lebih baik dari pada memberikan sanksi hukum. Untuk ini sebagai perawat harus mengetahui prinsip-prinsip dalam mencegah hukum.
2. Strategi Penyelesaian Masalah Etik
            Dalam menghadapi dan mengatasi permasalahan etis, antara perawat dan dokter tidak menutup kemungkinan terjadi perbedaan pendapat. Bila ini berlanjut dapat menyebabkan masalah komunikasi dan kerjasama, sehingga menghambat perawatan pada pasien dan kenyamanan kerja. (Mac Phail, 1988)Salah satu cara menyelesaikan permasalahan etis adalah dengan melakukan rounde ( Bioetics Rounds ) yang melibatkan perawat dengan dokter. Rounde ini tidak difokuskan untuk menyelesaikan masalah etis tetapi untuk melakukan diskusi secara terbuka tentang kemungkinan terdapat permasalahan etis.
3. Pembuatan Keputusan dalam Dilema Etik
            Menurut Thompson dan Thompson (1985). dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit untuk diputuskan, dimana tidak ada alternative yang memuaskan atau suatu situasi dimana alternative yang memuaskan dan tidak memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang benar atau salah. Dan untuk membuat keputusan etis, seseorang harus bergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional. Kerangka pemecahan dilema etik banyak diutarakan oleh beberapa ahli yang pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan dengan pemecahan masalah secara ilmiah.(sigman, 1986; lih. Kozier, erb, 1991).
            Setiap perawat harus dapat mengintegrasikan dasar-dasar yang dimilikinya dalam membuat keputusan termasuk agama, kepercayaan atau falsafah moral tertentu yang menyatakan hubungan kebenaran atau kebaikan dengan keburukan. Beberapa orang membuat keputusan dengan mempertimbangkan segi baik dan buruk dari keputusannya, ada pula yang membuat keputusan berdasarkan pengalamannya (Ellis, Hartley, 1980).
       1.    Teori dasar pembuatan keputusan Etis
       a.    Teleologi
                 Teleologi (berasal dari bahasa Yunani telos, berarti akhir). Istilah teleo¬logi dan utilitarianisme sering digunakan saling bergantian. Teleologi me¬rupakan suatu doktrin yang menjelaskan fenomena berdasarkan akibat yang dihasilkan atau konsekuensi yang dapat terjadi. Pendekatan ini sering disebut dengan ungkapan The end justifies the means atau makna dari suatu tindakan ditentukan oleh hasil akhir yang terjadi. Teori ini menekankan pada pencapaian hasil dengan kebaikan maksimal dan ketidakbaikan sekecil mungkin bagi manusia (Kelly, 1987). Teori teleologi atau utilitarianisme dapat dibedakan menjadi rule utili¬tarianisme dan act utilitarianisme. Rule utilitarianisme berprinsip bahwa manfaat atau nilai suatu tindakan tergantung pada sejauh mana tindakan tersebut memberikan kebaikan atau kebahagiaan pada manusia. Act utilita¬rianisme bersifat lebih terbatas; tidak melibatkan aturan umum tetapi berupaya menjelaskan pada suatu situasi tertentu, dengan pertimbangan terhadap tindakan apa yang dapat memberikan kebaikan sebanyak-banyaknya atau ketidakbaikan sekecil-kecilnya pada individu. Contoh penerapan teori ini misalny a bayi-bayi yang lahir cacat lebih baik diizinkan meninggal daripada nantinya menjadi beban di masyarakat.
b.    Deontologi (Formalisme)
                 Deontologi (berasal dari bahasa Yunani deon, berarti tugas) berprinsip pada aksi atau tindakan. Menurut Kant, benar atau salah bukan ditentukan  oleh hasil akhir atau konsekuensi dari suatu tindakan, melainkan oleh nilai moralnya. Dalam konteknya di sini perhatian difokuskan pada tindakan melakukan tanggung jawab moral yang dapat memberikan penentu apakah tindakan tersebut secara moral benar atau salah.
                 Kant berpendapat prinsip-prinsip moral atau yang terkait dengan tugas harus bersifat universal, tidak kondisional, dan imperatif. Kant percaya bahwa tindakan manusia secara rasional tidak konsisten, kecuali bila aturan-aturan yang ditaati bersifat universal, tidak kondisional, dan imperatif. Dua aturan yang diformulasi oleh Kant meliputi: pertama, manusia harus selalu bertindak sehingga aturan yang merupakan dasar berperilaku dapat menjadi suatu hukum moral universal. Kedua, manusia harus tidak memperlakukan orang lain secara sederhana sebagai suatu makna, tetapi selalu sebagai hasil akhir terhadap dirinya sendiri. Contoh penerapan deontologi adalah seorang perawat yang yakin bahwa pasien harus diberitahu tentang apa yang sebenarnya terjadi walaupun kenyataan tersebut sangat menyakitkan. Contoh lain misalnya seorang perawat menolak membantu pelaksanaan abortus karena keyakinan agamanya yang melarang tindakan membunuh.
                 Dalam menggunakan pendekatan teori ini, perawat tidak menggunakan pertimbangan, misalnya seperti tindakan abortus dilakukan untuk menyela-matkan nyawa ibu, karena setiap tindakan yang mengakhiri hidup (dalam hal ini calon bayi) merupakan tindakan yang secara moral buruk. Secara lebih luas, teori deontologi dikembangkan menjadi lima prinsip penting; kemurahan hati, keadilan, otonomi, kejujuran, dan ketaatan.
2.    Kerangka dan strategi pembuatan keputusan etis.
Kemampuan membuat keputusan masalah etis merupakan salah satu persyaratan bagi perawat untuk menjalankan praktek keperawatan professional dan dalam membuat keputusan etis perlu memperhatikan beberapa nilai dan kepercayaan pribadi, kode etik keperawatan, konsep moral perawatan dan prinsip-prinsip etis.
Beberapa kerangka pembuatan keputusan etis keperawatan dikembang¬kan dengan mengacu pada kerangka pembuatan keputusan etika medis.
                 Beberapa kerangka disusun berda¬sarkan posisi falsafah praktik keperawatan, sementara model-model lain dikembangkan berdasarkan proses pemecahan masalah seperti yang diajarkan di pendidikan keperawatan. Berikut ini merupakan contoh model yang dikembangkan oleh Thompson dan Thompson dan model oleh Jameton. Metode Jameton dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan etika keperawatan yang berkaitan dengan asuhan keperawatan pasien. Ke¬rangka Jameton, seperti yang ditulis oleh Fry (1991), terdiri dari lima tahap:
a.    Identifikasi masalah.
b.    Perawat harus mengumpulkan data tambahan.
c.    Perawat harus memikirkan masalah etis secara berkesinambungan.
d.    Pembuat keputusan harus membuat keputusan.
e.    Tahap akhir adalah melakukan tindakan dan mengkaji keputusan dan hasil.
                 Sedangkan Pembuatan keputusan/pemecahan dilema etik menurut, Kozier, erb (1989), adalah sebagai berikut:
1)    Mengembangkan data dasar; untuk melakukan ini perawat memerlukan pengumpulan informasi sebanyak mungkin, dan informasi tersebut meliputi: Orang yang terlibat, Tindakan yang diusulkan, Maksud dari tindakan, dan konsekuensi dari tindakan yang diusulkan.
2)    Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut
3)    Membuat tindakan alternative tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut
4)    Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil keputusan yang tepat
5)    Mendefinisikan kewajiban perawat
6)    Membuat keputusan.


















BAB  III
KASUS PEMICU

A. Aplikasi Konsep Etika dan Hukum Keperawatan dalam Praktik Keperawatan
     dengan kasus HIV / AIDS
Tn. F dibawa oleh keluarganya ke RSUD Raden Mattaher dengan gejalandemam dan diare kurang lebih selama 6 hari. Berdasarkan hasil pengkajian diruang IGD Tn F menderita sariawan sudah 3 bulan tidak sembuh-sembuh, dan berat badannya turun secara berangsur-angsur. Berat badab Tn F sebelum sakit 50 kg selam 3 bulan terakhir ini badannya kurus dan telah turun 10 kg dari berat badan semula. Tn F bekerja sebagai sopir truk yang sering pergi keluar kota karena tuntutan kerjaan bahkan jarang pulang, kadang-kadang 2 minggu sekali bahkan sebulan sekali.
            Dari hasil pengkajian tersebut Tn F diberikan terapi pemasagan infus oleh dokter, kemudian Tn F disuruh dirawat diruangan penyakit dalam karena kondisi Tn F yang sudah sangat lemas. Keesokan harinya dokter yang menangani Tn F melakukan visit kepada Tn F,dan memberikan advice kepada perawatnya untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan mengambil sampel darahnya. Tn F ingin tahu sekali tentang penyakitnya setelah didapatkan hasil pemeriksaan. Sore harinya pukul 16.00 WIB hasil pemeriksaan telah diterima oleh perawat tersebut dan telah dibaca oleh dokternya. Hasil mengatakan bahwa Tn F positif terjangkit penyakit HIV/AIDS.
            Kemudian perawat tesebut memanggil keluarga Tn F untuk menghadap dokter yang menangani Tn F. Bersama dokter dan ijin dokter tersebut, perawat menjelaskan tentang kondisi pasien dan penyakitnya. Keluarga terlihat kaget dan bingung. Keluarga meminta kepada dokter terutama perawat untuk tidak memberitahukan penyakit ini kepada Tn F. Keluarga Tn F prustasi, dan tidak mau menerima kondisinya dan dikucilkan dari masyarakat. Perawat tersebut mengalami dilemma etik dimana satu sisi dia harus memenuhi permintaan keluarga namun disisi lain perawat tersebut harus memberitahukan kondisi yang dialami oleh Tn F Karena itu hak pasien untuk mendapatkan informasi.






















BAB  IV
PEMBAHASAN

A. Pengkajian
            Nama : Tn F
            Umur : 38 th
            Suku bangsa : kulit putih
            Agama : islam
            Jenis kelamin : laki-laki
            Pekerjaan : sopir truk
            S. perkawinan : kawin
B. Diagnosa Data
            Gejala : demam dan dieare kurang lebih selama 6 hari.
            Keluhan : sariawan 3 bulan tidak sembuh-sembuh, berat badan turun berangsur-angsur.
Pemeriksaan diagnosa :
1. Tes antiibodi serum : skrining HIV.
2. Sel T-limfosit : penurunan jumlah total.
3. Kadar Ig : umumnya meningkat,terutama IgG dan IgA yang normal ataupun mendekati normal.
4. Tes PHS : pembungkusan hepatitis B dan inti antibody, sifilis, CMV mungkin positif.
5. Budaya : histologis, pemeriksaan sitologis urine, darah, feses, cariran spinal, luka, sputum, dan sekresi mungkin dilakukan untuk mengidentifikasikan infeksi.
6. Pemeriksaan neurologis : mis, EEG, MRI, skan CT otak.
7. Sinar x dada : mungkin normal pada awAlnya atau menyatakan perkembangan infiltrasi intrestisial dari PCP.
8. Tes fungsi fulmunal : deteksi awal pada pneumonomia intrestisial.
9. Scan gallium : pengambilan difusi polmonal terjadi pada PCP dan bentuk-bentuk pneumonia lainnya.
C. Tujuan dan Rencana Pemecahan
1. Mencegah atau memperkecil infeksi
2. Mempertahankan homoestatis
3. Mengusahakan kenyamanan
4. Memberikan penyesuaian psikososial
5. Memberikan informasi mengenai proses penyakit/ prognosis dan kebutuhan keperawatan.
D. Prinsip-prinsip etik keperawatan
1. Memberikan penjelasan yang respek kepada pasien dan tidak menyinggung pasien.
2. Memberikan informasi kepada paien tentang apa yang dialami pasien.
3. Meemberikan keadilan kepada pasien.
4. Tidak merugikan pasien tidak menimbulkan bahasa fisikdan psikologis pada klien.
E. Evaluasi
AIDS (Acquired Immunodeficiency Sindrome (AIDS) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang menyerang dan merusak system imun / kekebalan tubuh manusia. Sejak penyakit ini pertama kali di akui di wilayah Afrika oleh Gottlieb pada tahun 1981, penyakit mematikan ini terus menyebar ke hampir seluruh dunia. Berdasarkan laporan WHO (2009), menyebutkan peningkatan jumlah penderita HIV/ AIDS sebanyak 33,4 juta orang dengan estimasi 31,1-35,8 juta mengidap  HIV/AIDS, munculnya infeksi baru 2,7 juta orang dengan estimasi 2,4-3,0 juta orang dan kejadian kematian berjumlah 2 juta orang dengan estimasi 1,7-2,4 juta orang. Penyebaran kejadian, 97% berada diwilayah miskin yang didominasi oleh Negara Afrika, Asia, dan wilayah Asi, amerika latin dan Negara- Negara berkembang dan Negara miskin lainnya termasuklah Indonesia.
Etika adalah aturan bertindak atau berperilaku dalam suatu masyarkat tertentu atau dalam komunitas. Aturan ini biasanya bersifat turun temurun dari generasi ke generasi serta tidak tertulis. Sedangkan hukum adalah aturan berperilaku dalam masyarakat atau Negara yang ditentukan atau dibuat oleh para pemegang otoritas atau oleh pemerintah Negara dan tertulis.Petugas kesehatan dalam melayani masyarakat akan terikat pada etika dan hukum, atau etika dan hukum kesehatan. Petugas kesehatan harus tunduk dan patuh pada etika profesi ( kode etik profesi) dan juga tunduk kepada ketentuan hokum, peraturan, dan perundang- undangan yang berlaku. Apabila melanggar etika maka akan mendapat sanksi berupa sanksi “etike/ moral”, tetapi apabila melanggar hokum maka pelaku akan mendapat sanksi hokum ( pidana atau perdata ). Kode etik profesi tersebut dibuat untuk mengatur kewajiban dan hak dalam menjalankan tugasnya sebagai pemberi asuhan keperawatan.









BAB  V
PENUTUP

A. Kesimpulan
            Etika profesi keperawatan merupakan alat untuk mengukur perilaku moral dalam keperawatan. Dalam penyusunan alat pengukur ini, keputusan diambil berdasarkan kode etik sebagai standar yang mengukur dan mengevaluasi perilaku moral perawat.
   Adapun permasalahan etik yang yang sering muncul banyak sekali, seperti berkata tidak jujur (bohong), abortus, menghentikan pengobatan, penghentian pemberian makanan dan cairan, euthanasia, transplantasi organ serta beberpa permasalahan etik yang langsung berkaitan dengan praktek keperawatan, seperti: evaluasi diri dan kelompok, tanggung jawab terhadap peralatan dan barang, memberikan rekomendasi pasien pad dokter, menghadapi asuhan keperawatan yang buruk, masalah peran merawat dan mengobati (Prihardjo, 1995).
Prinsip-prinsip Etika Keperawatan terdiri dari 8 aspek, yaitu otonom, berbuat baik, keadilan, tidak merugikan, kejujuran, menepati janji, kerahasiaan, dan akuntabilitas. Berbagai masalah hukum dalam praktik keperawatan telah diidentifikasi oleh para ahli meliputi : menandatangani pernyataan hukum, format persetujuan (Consent), report, pencatatan, pengawasan penggunaan obat, abortus dan kehamilan diluar secara alami, kontraversi aborsi, dan kematian dan masalah yang terkait.
Mencegah masalah  hukum  dan etika yang terkait dengan pelayanan keperawatan meliputi 3 strategi, yaitu strategi penyelesaian masalah hukum, strategi penyelesaian masalah etik, dan pembuatan keputusan dalam dilemma etik.



B. Saran
Mengingat pelaksanaan penulisan makalah ini baru berjalan sepekan sehingga hasil yang diperoleh belum maksimal. Oleh karena itu, disarankan kepada penulis untuk dapat  melengkapi informasi tentang etika dan hokum keperawatan.














DAFTAR PUSTAKA
Wulan, kencana dan Hastuti.2011. Pengantar Etika Keperawatan. Jakarta: PT.Prestasi
pustakaraya.
Mimin, Suhaimin. 2003. Etika Keperawatan dalam Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC.
Ismani, N. 2001. Etika keperawatan. Jakarta: Widya Medika.

Potter, P. A., Buku Ajar Fundamental: Konsep Proses dan Praktik. Alih Bahasa, Yasmin
Asih, Edisi 4, Jakarta, EGC, 2005.
Kusnanto. Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta, 2003.
Ali. 2004. Dasar-dasar Keperawatan Profesional. Jakarta: Widya Medika.
Hidayat, Aziz Alimul. 2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.


Tidak ada komentar: